Senin, 25 April 2016

Kemarin malam, tepatnya hari minggu, 24 April, mungkin masuk ke dalam urutan malam terindah.
Parasnya yang berkarismatik, tinggi semampai, rambut dengan belah kanan, dan kumis yang membuatnya terlihat karismatik, serta kacamata yang membuat diri ini tergila-gila.
Dengan balutan kemeja putih panjang, membuat semua wanita yang hadir pada malam itu semakin mengaguminya.
Alunan musik biola yang ia mainkan, membuat hati terasa tentram. Syahdu sekali.
Seperti lelaki yang sempurna yang diinginkan oleh kaum hawa.

Ini bukan pertama kalinya saya mengagumi sosok lelaki.
Ini juga buka pertama kalinya saya gugup dan hanya menggigit jari ketika melihat sosok lelaki.
Dan ini juga bukan yang pertama kalinya saya jatuh hati pada lelaki.
Tapi ini, seperti untuk yang pertama kalinya saya tak bisa menghilangkan wajahnya dari pikiran saya.
Saya harap, kita dapat berjumpa lagi dikemudian hari...

Selasa, 19 April 2016

Mihak Siapa Sebenarnya?

Kalimat itu sering terlontar dari mulutnya, ketika kita sedang asik berkumpul.
Kenapa sih, harus ada kalimat seperti itu?
Kalau ditanya seperti itu, sudah pasti akan menjawab, “gue ga mihak siapa-siapa”.
Kenapa dalam berteman, harus ada ucapan seperti itu?
Hidup, hidup gue. Yang ngejalanin gue. Ga usah sok nanya-nanya gue mihak siapa..
Emang kalian berantem dan mesti ada 1 yang gue pilih? Engga kan?..
Kenapa sih dalam kelas harus punya beberapa kelompok? Kalian baik-baik aja gitu.. kenapa mesti harus terlihat seolah musuhan sih?
Ga bisa ya, kalau kita main bareng, gabung sama yang lain. Tanpa harus menyebut, “geng kita harus...”, “emang geng kita doang yang kayak gini”, atau “geng kita mah beda”.
Geng, geng, dan geng...
Gue bosen dengan orang yang bermain geng-gengan.
Sumpah!!! Gue pengen keluar dari geng ini sebenarnya!!!
Gue mau lepas dari lo!!
Tapi, kenapa sih harus ada yang namanya “perasaan ga enak”?

Arghhhh..... SHIT! 

"Dispen Mulu"

"dispen mulu” kata-kata yang sering terdengar untuk akhir-akhir ini yang sungguh menjengkelkan.
Risih sebenarnya selalu mendengar kata-kata ini.
Setiap pagi, saat masuk ke kelas, bukan sapaan “hai” atau halo”, atau sapaan memanggil nama “eh Tya” yang gue dengar, melainkan ucapan “ga dispen lu?”, “tumben masuk kelas? biasanya juga dispen”, atau “pagi mah masuk kelas ya, Ya. nanti mah jam 10an dispen ya, Ty” sambil tertawa mereka berkata demikian.
Memangnya kenapa sih kalau gue dispen?
Merugikan mereka kah yang berkata demikian?
Entah apa motivasi mereka berkata demikian ke gue.
Entah karena sirik atau justru menasihati gue.
Sebenarnya, ga merasa risih sama sekali dengan kata-kata itu. Namun, nada ucapan mereka yang membuat gue risih. Bahkan gue hampir membencinya.
Mereka menjadi "sok tau" pada diri gue. Mereka pun, jadi sok seperti orang tua gue yang kerjaannya tiap hari, bahkan tiap detik selalu nasihatin gue. Isi nasihatnya pun selalu sama, “lo tuh, Ty, kebanyakan dispen. Dispen mulu lu, Ty. Kalo ga dispen, tidur di kelas. mau lo apa sih, Ty?”.
Ya okey, gue menghargai nasihat mereka. Tapi capek juga kali, kalau setiap hari harus dengar ocehan kalian yang kayak gitu.
Emangnya mereka mau dioceh kayak gitu mulu? Hah???
Gue yang tau diri gue, gue yang jalanin kehidupan gue, dan gue juga yang merasakan atas kerugian yang gue buat sendiri kalau gue ketinggalan pelajaran.
Seharusnya sih, kalian dukung apa yang gue lakuin. Bukan malah dipojokin terus tiap hari.
Selama ini, mungkin gue diam. Tapi, dalam hati gue berkata, “FUCK YOU! AND I HATE YOU! GUE BENCI BANGET HARUS BERTATAP MUKA DENGAN LO. MUAK GUE SAMA LO!!!”

Minggu, 10 April 2016

Rela

Waktu pun tak pernah terhitung untuk melupakan mu.
Rasanya ada saja yang membuat pikiran ini kembali mengingat mu.
Meski rasanya, ingin sekali melupakan mu selama-lamanya.
Namun, seolah hanya teori yang praktiknya adalah nol.
Sekitar 5 jam yang lalu, kamu menjadi topik antara aku dan temanku.
Dan setelah  5 jam berlalu, aku terkena dampaknya lagi.
Seperti yang sudah-sudah, kamu tiba-tiba datang di pikiran ini.
Sampai akhirnya, tulisan ini tujuan terakhir ku untuk melampiaskan sedikit kerinduan ku padamu.
Bila pada orang lain ku katakan sudah melupakan mu, itu hanyalah omong kosong yang membuatku diriku nampak kuat dan sudah biasa-biasa saja denganmu.
Nyatanya, aku adalah orang yang munafik.
Aku rela menjadi manusia penuh dosa yang selalu munafik pada orang-orang, bahkan pada diri sendiri, yang mengatakan sudah melupakan mu.
Rela, walau pahit.
Rela, walau hanya aku yang merasakan lukanya seperti apa...