Rabu, 12 Oktober 2016

Masih Terkenang

Tenggelam rasa di dalam cerita
Mengalun indah bagai simfoni
Senjaku yang masih merindu kisah di masa lalu
Terkenang cinta dan tangis di dalamnya

                        Ternyata, aku masih berada di sini
                        Menatap langit-langit yang kelabu
                        Menghiasi anganku dengan mimpi tentang indah
                        Meski ku tahu, waktukita telah bahis

Jumat, 02 September 2016

Itu pertama kalinya menatap wajahnya dengan jarak yang sangat dekat dan tidak dengan waktu yang sebentar.
Tak hanya menatapnya, namun berbicara dengannya. Tidak dengan nada emosi, tidak dengan suasana yang dingin, tidak karena ada urusan tertentu, dan tidak dengan keramaian yang mengganggu.
Tapi, hanya kita berdua yang berbicara. Dengan nada santai, suasana yang penuh candaan, dan keadaan yang cukup tenang.

Kapan kita bisa bertatapan dengan waktu yang lumayan lama lagi?

Senin, 25 Juli 2016

Perempuan

Perempuan memang takdirnya menunggu.
Tapi apa harus selalu menunggu yang ga pasti?
Seharusnya laki-laki juga sadar bukan, apa arti menunggu itu?
Menunggu itu adalah hal yang membosankan..
Lebih membosankan dari pada harus belajar matematika seharian..
Kapan laki-laki bisa sadar, kalau ada perempuan yang berharap dan menunggu kepadanya?
Apa harus, seorang perempuan memberikan kode-kode?
Nanti laki-laki yang ada malah ilvil..
Serba salah sepertinya jadi perempuan itu...
Tapi 1 kehebatan perempuan.. yaitu, bisa sabar menunggu laki-laki yang ujung-ujungnya bukan jodohnya....

Jumat, 01 Juli 2016

Fakta, Masalah, Dan Solusi

Menyukaimu kini adalah sebuah tantangan baru.
Harus lebih sabar menghadapi kamu.
Tiba-tiba kamu asik, tiba-tiba juga kamu menghilang tanpa kabar sama sekali.
Mungkin ini karma, karena telah meninggalkan orang yang benar-benar menyukai saya. Dan saya dapatkan itu sekarang.
Faktanya, saya sangat jatuh kepadamu.
Masalahnya, sepertinya kamu sudah tak terlalu jatuh kepada saya.
Dan solusinya, saya harus memilih. Saat kamu datang, saya terus berkata "iya", atau mulai berkata "tidak".

Rabu, 08 Juni 2016

Khawatir? Sedikit sih...

Dulu, saya ga pernah yang namanya khawatir dengan kata-kata "kalau jodoh ga kemana".
Tapi seperti kemakan omongan sendiri, kalau kini, saya resah.
Saya khawatir di balik kata "aku akan nunggu", akan ada rasa kebosanan.
Karena jujur, saya pun juga ga mau yang namanya disuruh nunggu.
Apalagi, nunggu yang ga pasti.
Saya takut dengan pengalaman teman-teman saya yang sudah-sudah, yang sok kuat bisa berjalan mengalir seperti air, berjalan dengan sendirinya, setelah itu menyesal karena belum sempat memiliki.
Apakah saya akan sama seperti mereka?
Tapi, saya juga gamau ada yang tersakiti.
Ahh lebih baik ga usah ada yang namanya cinta, kalau ujung-ujungnya pasti ada yang tersakiti...

Selasa, 31 Mei 2016

Serba Salah

Orang yang terlalu jujur, juga ga baik.
Bikin penyakit hati.
Tapi, masa mau bohong terus?
Memang sih bagi kebanyakan orang lebih baik berbohong agar tak melihat raut wajah sedih orang-orang sekitarnya saat berkata jujur.
Tapi, kalau bohong terus, sama aja bikin jalan pintas masuk ke neraka jahanam.
Tapi rasanya, bagi saya berbohong adalah hal pertama yang harus saya lakukan di depan mereka.
Saya tipikal orang yang ga enak hati bila berkata sebenarnya.
Sangat susah merubah sifat saya yang seperti ini.
Dengan enaknya yang lain bisa berbuat egois, sesuka hati. Sedangakan saya?
Saya bisa apa?
Rasanya aneh aja, kalau saya harus bertingkah demikian.
Karena ya tadi, saya tipikal orang yang ga enak hati.
Jadi, ya apapun itu, hal yang saya ingin lakukan, saya pasti berfikir 3 kali.
Baru saya bisa melakukannya.

LPJ

Saya benci yang namanya “menyusun laporan pertanggungjawaban”.
Namun, ini memang kegiatan yang sangat asik.
Kegiatan di mana kita bisa mengulang memori satu tahun kebelakang.
Satu persatu, masih sangat jelas gambaran itu di memori saya.
Kegiatan yang sangat melelahkan, namun dengan kegiatan ini, saya bisa mengingat kalian sepenuhnya.
Dari mulai hal konyol yang sangat menjengkelkan sampai menyenangkan.
Semuanya masih saya ingat.
Sampai bernyanyi bersama saat stres melakukan rutinitas kegiatan kita.
Semuanya, semuanya masih ada di otak ini.
Masa-masa di mana kita tak terlalu mementingkan yang namanya “pemimpin” dan “peraturan”.
Kita masih sangat bebas, belum terbentur dengan peraturan sana-sini.

Akankah semuanya kembali seperti dulu?
Tanpa pemimpin dan peraturan, namun semuanya bersatu seperti keluarga?
Atau berjalan dengan mempunyai pemimpin dan banyak peraturan, namun rasa kekeluargaan itu hilang?
Jujur, saya akan pilih yang pertama.
Saya akan pilih di mana kita hidup bebas, namun semuanya merasa dalam pelukan.

Andai bisa sedetik saja, saya merasakan hal yang dulu itu lagi, saya tak akan pernah mau untuk mempercepat waktu sedikit pun.
Namun, semuanya hanya “berandai-andai”.
Waktu tetaplah waktu, yang terus berputar ke depan dengan sangat cepat.
Saya hanya bisa berucap rindu dengan kita yang dulu pada malam ini... :*


Selasa, 10 Mei 2016

Secangkir Kopi

        Malam itu, semerbak wangi kopi yang khas dari sang peracik kopi handal di kota ini. Rizal, nama si pembuat kopi yang sudah setahun ini selalu kutunggu-tunggu kehadirannya saat aku berkunjung ke kafe “Amabelle”. Entah apa yang membuatku tergila-gila menunggunya memberikan secarik kertas daftar menu. Padahal tampangnya sangat biasa. Bila dibandingkan, lebih tampan artis idolaku, Reza Rahardian dibanding dengannya. Apa ini yang namanya “cinta itu buta”? Tak memandang sosoknya seperti apa pun itu. Bahkan, sifatnya pun belum kukenali lebih dalam. Apa mungkin cinta datang dari secangkir kopi yang dibuatnya ketika aku berkunjung ke kafe? Rasanya sangat lucu. Sudah sering aku berkunjung, namun belum juga bertegur sapa ataupun menjadi pelanggan tetap yang dihafal olehnya. Tapi beda dengan malam ini. Semuanya berjalan lancar. Dia pun mulai mengenaliku.
“Hmm.. Gea, bukan?”, dengan nada yang amat pelan dia memanggilku dengan muka yang takut salah menyebut nama. Hal yang pertama ku lontarkan bukannya sapaan memanggil balik, tetapi aku malah tertawa dengan tingkah-tingkah yang tidak jelas sampai menjatuhkan barang yag ada di meja. Oh damn! Tingkah apa ini yang kamu buat, Gea? Bodoh banget sih menghasilkan tingkah aneh seperti ini!! Ucap dalam benakku sambil menelan ludah yang sudah kubuat.
“Oh iya, aku Gea. Akhirnya, kamu hafal namaku juga”, tawa kecilku mengikuti pembicaraanku ini.
“Maaf, kalau selama itu saya tak mengenalimu. Pesan kopi seperti biasa?”
“Memangnya kamu hafal kopi kesukaanku apa?”
“Hmm... kamu meragukan saya ya?”
“Haha, maaf bukan itu maksudku. Sungguh, tak ada niat untuk meragukanmu.”, muka penuh penyesalan pun datang dan tangan mulai menepuk jidat karena tindak ceroboh yang kubuat.
“Aduh maaf.. Sungguh, saya tadi hanya bercanda. Jangan merasa bersalah ya. Baiklah, tunggu sebentar ya. Dalam 15 menit, pesananmu akan datang. Saya yang akan mengantarkanya untuk kamu.”

15 meint berlalu. Benar saja, dia tepat waktu mengantarkan racikan coffee and cream pesananku. Seperti mimpi, lelaki yang kuidamkan bisa berbicara denganku malam ini. Walau hanya sekitar 5 menit, sudah cukup ku bahagia.

Kafe dengan 24 jam bukanya, membuatku tak kunjung pergi meninggalkan kafe. Bahkan, sampai saatnya dia berganti shift dengan temannya, aku masih duduk di kafe ini.

“Gue duluan ya”, ucapnya saat hendak meninggalkan kefe tepat jam 2 pagi.
“Lho, Gea masih di sini?”, tanyanya pada diriku saat ingin membuka pintu kafe.
“Iya, masih di sini. Biasalah karyawan swasta, kerjaan banyak banget”, pura-puraku membuka lembar kerjaku dari laptop yang ku mainkan dari tadi.
“Tapi ini udah jam 2 pagi. Lebih baik kamu pulang. Ga baik, perempuan pulang malam”
“Ini sudah pagi kok..”, ledekku sambil menatap jam yang berada di dinding kafe.
“Iya deh iya”, senyumnya yang membuatku ingin terbang seketika.
“Iya, ini aku mau pulang kok”
“Rumah kamu daerah mana?”
“Cibiru. Kenapa?”
“Untunglah kita satu jalan. Bareng aja gimana?”.
Aduh aku bawa mobil lagi. Gimana ya? Aku tinggal aja deh moblnya. Aku pun meninggalakan mobilku di kafe dan akan ku ambil besok pagi sekalian berangkat ke kampus agar malam ini bisa mengetahui rasanya dibonceng dengan pria yang diidam-idamkan sudah dari lama.

Sampailah aku di kost-anku. Sampai pagi, aku terus membayangkan saat di motor bersamanya. Ingin rasanya ku ulang kembali.

Malamnya pun, aku kembali ke kafe untuk bertemu dengannya. Namun, tak ku lihat sosoknya. Keesokannya kembali lagi ke kafe.  Tapi tak juga ku lihat sosoknya. Satu minggu tak ku lihat sosoknya. Ke mana dia? Apa dia sakit? Atau kenapa? Ku beranikan bertanya kepada temannya. Dan temannya menjawab, “Mba gatau memangnya?”
“Kenapa memangnya?”
“Rizal sudah pergi dari 3 bulan yang lalu. Dia mengalami kecelakaan yang hebat sampai mengakibatkan dia tewas di tempat. Sehabis mengantar calon istrinya pulang jam 2 pagi, dia kecelakaan.”

Dan semua ingatanku kembali. Rizal, sang peracik kopi favoritku ternyata adalah calon suamiku. Dan sesungguhnya, diriku ini baru ke luar dari panti penanggulangan orang-orang yang sakit jiwa. Ya memang, semua ini membuatku sampai harus menginap di panti ini selama 3 bulan. Kehilangannya sungguh membuatku kehilangan akal sehat. Berkali-kali aku mencoba untuk bunuh diri dan ikut menyusul dengannya, ada saja halangan yang membiarkanku tetap hidup di dunia ini sendirian tanpanya.

Mungkin tak selamanya kita bersama. Tapi percaya lah...
Kamu akan menjadi yang selamanya di hidupku.
Bahkan, sampai aku dan kamu sudah sama-sama tak memiliki nafas lagi.
Dan meskipun bukan aku yang menjadi pasanganmu di dunia nanti, berdoalah semoga kita menjadi pasangan di surga nanti...
           

Setidaknya, itu kata-kata yang dia ucapkan sebelum semuanya akhinya menjadi seperti ini. Dan aku akan menunggu waktu itu. Waktu di mana kita akan bertemu lagi.

Senin, 02 Mei 2016

Rindu? Sedikit...

Rindu memang indah, bila orang yang kita rindukan juga merindukan kita.
Namun, bila tidak, itu hanya bagian dari penyiksaan jiwa.
Rasanya masih sangat pantas sosoknya dirindukan.
Tepatnya 2 hari yang lalu, pertemuan dan percakapan yang setelah 1 tahun lebih tak kita lakukan secara langsung.
Rindu sekali rasanya bisa melakukan hal yang dulu menjadi rutinitas kita tiap minggunya.
Andai dalam hidup tak pernah berganti waktu sedikitpun, tak akan mau meninggalkan masa-masa dimana kita sangat dekat.
Namun, diri harus tetap sadar. Bila tak semuanya yang diandai-andai menjadi kenyataan.
Setiap bertemu memang pasti ada ucapan "selamat tinggal".
Maka dari itu, semoga ini kali terakhirnya menulis tentang andai-andaiku.
Selamat tinggal "aeras"...

Senin, 25 April 2016

Kemarin malam, tepatnya hari minggu, 24 April, mungkin masuk ke dalam urutan malam terindah.
Parasnya yang berkarismatik, tinggi semampai, rambut dengan belah kanan, dan kumis yang membuatnya terlihat karismatik, serta kacamata yang membuat diri ini tergila-gila.
Dengan balutan kemeja putih panjang, membuat semua wanita yang hadir pada malam itu semakin mengaguminya.
Alunan musik biola yang ia mainkan, membuat hati terasa tentram. Syahdu sekali.
Seperti lelaki yang sempurna yang diinginkan oleh kaum hawa.

Ini bukan pertama kalinya saya mengagumi sosok lelaki.
Ini juga buka pertama kalinya saya gugup dan hanya menggigit jari ketika melihat sosok lelaki.
Dan ini juga bukan yang pertama kalinya saya jatuh hati pada lelaki.
Tapi ini, seperti untuk yang pertama kalinya saya tak bisa menghilangkan wajahnya dari pikiran saya.
Saya harap, kita dapat berjumpa lagi dikemudian hari...

Selasa, 19 April 2016

Mihak Siapa Sebenarnya?

Kalimat itu sering terlontar dari mulutnya, ketika kita sedang asik berkumpul.
Kenapa sih, harus ada kalimat seperti itu?
Kalau ditanya seperti itu, sudah pasti akan menjawab, “gue ga mihak siapa-siapa”.
Kenapa dalam berteman, harus ada ucapan seperti itu?
Hidup, hidup gue. Yang ngejalanin gue. Ga usah sok nanya-nanya gue mihak siapa..
Emang kalian berantem dan mesti ada 1 yang gue pilih? Engga kan?..
Kenapa sih dalam kelas harus punya beberapa kelompok? Kalian baik-baik aja gitu.. kenapa mesti harus terlihat seolah musuhan sih?
Ga bisa ya, kalau kita main bareng, gabung sama yang lain. Tanpa harus menyebut, “geng kita harus...”, “emang geng kita doang yang kayak gini”, atau “geng kita mah beda”.
Geng, geng, dan geng...
Gue bosen dengan orang yang bermain geng-gengan.
Sumpah!!! Gue pengen keluar dari geng ini sebenarnya!!!
Gue mau lepas dari lo!!
Tapi, kenapa sih harus ada yang namanya “perasaan ga enak”?

Arghhhh..... SHIT! 

"Dispen Mulu"

"dispen mulu” kata-kata yang sering terdengar untuk akhir-akhir ini yang sungguh menjengkelkan.
Risih sebenarnya selalu mendengar kata-kata ini.
Setiap pagi, saat masuk ke kelas, bukan sapaan “hai” atau halo”, atau sapaan memanggil nama “eh Tya” yang gue dengar, melainkan ucapan “ga dispen lu?”, “tumben masuk kelas? biasanya juga dispen”, atau “pagi mah masuk kelas ya, Ya. nanti mah jam 10an dispen ya, Ty” sambil tertawa mereka berkata demikian.
Memangnya kenapa sih kalau gue dispen?
Merugikan mereka kah yang berkata demikian?
Entah apa motivasi mereka berkata demikian ke gue.
Entah karena sirik atau justru menasihati gue.
Sebenarnya, ga merasa risih sama sekali dengan kata-kata itu. Namun, nada ucapan mereka yang membuat gue risih. Bahkan gue hampir membencinya.
Mereka menjadi "sok tau" pada diri gue. Mereka pun, jadi sok seperti orang tua gue yang kerjaannya tiap hari, bahkan tiap detik selalu nasihatin gue. Isi nasihatnya pun selalu sama, “lo tuh, Ty, kebanyakan dispen. Dispen mulu lu, Ty. Kalo ga dispen, tidur di kelas. mau lo apa sih, Ty?”.
Ya okey, gue menghargai nasihat mereka. Tapi capek juga kali, kalau setiap hari harus dengar ocehan kalian yang kayak gitu.
Emangnya mereka mau dioceh kayak gitu mulu? Hah???
Gue yang tau diri gue, gue yang jalanin kehidupan gue, dan gue juga yang merasakan atas kerugian yang gue buat sendiri kalau gue ketinggalan pelajaran.
Seharusnya sih, kalian dukung apa yang gue lakuin. Bukan malah dipojokin terus tiap hari.
Selama ini, mungkin gue diam. Tapi, dalam hati gue berkata, “FUCK YOU! AND I HATE YOU! GUE BENCI BANGET HARUS BERTATAP MUKA DENGAN LO. MUAK GUE SAMA LO!!!”

Minggu, 10 April 2016

Rela

Waktu pun tak pernah terhitung untuk melupakan mu.
Rasanya ada saja yang membuat pikiran ini kembali mengingat mu.
Meski rasanya, ingin sekali melupakan mu selama-lamanya.
Namun, seolah hanya teori yang praktiknya adalah nol.
Sekitar 5 jam yang lalu, kamu menjadi topik antara aku dan temanku.
Dan setelah  5 jam berlalu, aku terkena dampaknya lagi.
Seperti yang sudah-sudah, kamu tiba-tiba datang di pikiran ini.
Sampai akhirnya, tulisan ini tujuan terakhir ku untuk melampiaskan sedikit kerinduan ku padamu.
Bila pada orang lain ku katakan sudah melupakan mu, itu hanyalah omong kosong yang membuatku diriku nampak kuat dan sudah biasa-biasa saja denganmu.
Nyatanya, aku adalah orang yang munafik.
Aku rela menjadi manusia penuh dosa yang selalu munafik pada orang-orang, bahkan pada diri sendiri, yang mengatakan sudah melupakan mu.
Rela, walau pahit.
Rela, walau hanya aku yang merasakan lukanya seperti apa...

Rabu, 23 Maret 2016

Rindu dengan Kita

Sepertinya saya salah membuka galeri lama.
Galeri yang penuh dengan masa-masa indah yang seolah tak ada prioritas lain selain masa itu.
Salah bukan dalam artian tak seharusnya membuka. Tapi salah karena tak bisa mengembalikan waktu yang dulu itu.

Setiap masa memang harus ada perubahan. Tapi bukan perubahan seperti ini yang saya inginkan.
Perubahan di mana kita hanya bertambah usia dan pemikiran. Bukan dengan sikap juga harus berubah.

Apa menjadi dewasa harus menjauhkan kita yang tadinya sangat dekat?
Apa menjadi dewasa harus membuat kita menjadi seperti tak saling kenal?
Membuat kita kembali ke masa di mana kita belum mengenal satu sama lain. Kalimat baku yang menjadi pengantar pembicaraan kita.

Sekat pun mulai terlihat sekarang.
Saya ga mau sok kuat dan ga mau munafik, kalau malam ini, saya rindu kalian. Rindu kebersamaan kita yang dulu itu...

Minggu, 06 Maret 2016

Semoga Ini Akhir

Rasanya bila dipikir-pikir, semuanya memang sudah berakhir. Sudah tak perlu lagi mengingat yang lalu. Yang lalu masih boleh diingat, tapi tak semestinya setiap waktu mengingat.

2 hari kemarin adalah waktu yang cukup lama untuk ku mengingat tentang kita. Waktu terbodoh, juga waktu yang terindah yang pernah ku lalui. 2 hari penuh, pikiranku hanya kamu.

Sekarang, cerita kita sudah berakhir. Kamu juga sudah memilih bahagia bersamanya. Aku pun juga ingin bahagia bersamanya.

Aku harap, tak ada lagi waktu untuk ku mengingat kamu lagi. Karena aku sudah terlalu sering merasakannya sakit ingat hal dulu.

Jumat, 04 Maret 2016

Belum Bisa

Tadi siang, aku melihat sosok diriku ada pada diri adik kelasku.
Caranya ketika melihat laki-laki yang disukainya sama seperti aku dulu saat melihat kamu.
Masih teringat jelas kebiasaan burukku yang meninggalkan jam mata pelajaran pertama hanya demi melihatmu berolahraga, di hari rabu pagi.
Dan seketika, hari rabu adalah hari favoritku. Karena saat itulah, aku mampu melihatmu dengan jarak yang dekat, bisa pula berkomunikasi, tanpa ada yang mengganggu seperti hari lain. 2 jam lamanya mata fokus hanya menatap kamu.
Masih teringat jelas juga pertama kali kita bertemu.
Cerita buatan kita pun masih tersimpan hingga kini. Biarpun sudah pudar warnanya, tapi sepertinya rasa di hati belum pudar betul, meski berkali-kali mengatakan, "aku sudah lupa kamu".
4 kata yang selalu ku ucap ternyata hanya untuk menghibur hati semata. Karena memang sebenarnya, aku belum mampu melupakan kamu seutuhnya...

Rabu, 02 Maret 2016

Apa kabar? Aku Rindu

Hai...
Apa kabar kamu?
Paras wajahmu masih ku ingat hingga detik ini.
Belum bisa tergantikan oleh siapa pun, meski sudah berulang kali, aku mengatakan sudah ada nama lain di hati ini.
Tapi tetap saja. Tetap saja masih kamu yang selalu ku nanti, masih kamu yang ku puja, dan masih kamu yang ku mau.
Walau aku sadar, memilikimu tak akan pernah menjadi nyata.
Aku sadar diri, aku siapa dan kamu siapa.
Tapi hati yang berbicara. Dan hatiku mengatakan kalau malam ini, aku rindu kamu...

AERAS, 1 kata tersingkat buatan kamu untuk kita dulu.
Entah kamu masih ingatkah dengan kata ini atau mungkin hanya aku di sini yang ingat kata itu.
Hal sekecil apapun tentang kamu, masih ada dalam ingatan ini. Belum bisa melupakannya sampai detik ini.

Aku berharap, suatu hari nanti, entah kapan itu waktunya, kamu baca semua tulisanku ini. Semua tulisan ku ini, untuk kamu.
Kamu memang sudah jauh, tapi kamu masih ada di sini, di ingatanku dan di dalam tulisanku ini.

Selasa, 01 Maret 2016

Sekat

Sepertinya saya adalah sosok yang ditakuti oleh semua kawan saya.
Bukan takut karena saya galak atau apa. Tapi, takut untuk membuat janji dengan saya.
Mereka pantas takut. Itu sangat wajar.
Diri saya sendiri pun lebih takut untuk mengatakan "janji".
Kegiatan yang itu-itu saja yang saya urusi sampai mereka pun akhirnya tak pernah lagi membuat janji dengan saya.

Mereka pun akhirnya membuat keputusan sendiri dan lebih memilih melihat saya sedih di awal karena tak diajak daripada akhirnya melihat saya sedih karena tak bisa menepati janji dengan mereka.
Merekalah yang selalu ada untuk saya. Tapi seolah takdir tak pernah setuju dengan apa yang mau saya lakukan untuk selalu ada di saat mereka butuh saya.

Ditambah lagi dengan posisi saya yang seakan-akan menjadi sekat untuk semuanya.
Tak hanya untuk mereka, bahkan 2 orang yang paling penting pun rasanya ada batasan untuk mereka.

Ini salah saya yang tak pandai bagi waktu atau memang kegiatan ini tak mempunyai waktu untuk saya istirahat?
Setidaknya istirahat untuk tidak memikirkan hal-hal kecil.

Rabu, 24 Februari 2016

Semalam

Bagi saya, semalam adalah malam paling indah.
Walau dirinya hanya sekedar lewat di bunga tidur, tapi saya bersyukur masih bisa melihat wajahnya lagi.
Dengan durasi yang sangat singkat, dirinya hadir membangunkan harapan-harapan yang dulu sudah saya kubur.
Dan pagi ini, ditemani rintik-rintik hujan yang lumayan membuat tubuh ini dipeluk kedinginan, kenangan tentang dirinya yang hanya sedikit datang lagi.
Ada apa sebenarnya dengan diri saya ini?
Kenapa rasanya sulit sekali menghapus luka lama yang dibuatnya?
Dia sudah bahagia dengan yang lain, dan saya pun juga sudah merasa bahagia dengan yang lain. Walaupun tak sebahagia dulu saat saya bersamanya.

Jumat, 12 Februari 2016

Satu Paket Itu Pasti Ada

Bahagia dan luka adalah satu paket.
Kita ga tau mana yang datang lebih awal. Atau bahkan, mereka bisa datang secara bersamaan.
Cara bahagia itu sangat sederhana. Bisa dianggap ada di tengah banyak orang saja sudah bahagia.
Namun, cara mengatasi luka sangatlah sulit.
Kita bisa terus mengenang luka itu berkali-kali sampai dada ini sesak dengan luka lalu.
Tapi, mengapa dengan mengingat bahagia terus-menerus tidak bisa? Bahkan, bila mengingat kebahagiaan itu terus-menerus, akhirnya bisa menjatuhkan air mata karena merasa kebahagiaan yang lalu ga akan bisa di kembalikan lagi.
Dan setiap manusia pasti memiliki paket itu.
Rasanya ga afdol bila seorang manusia hanya merasakan luka ataupun bahagia.
Dan diantara bahagia atau luka, sebagai seorang pemimpin, harus bisa selalu terlihat wajah bahagia meskipun sedang mengalami luka.

Kamis, 11 Februari 2016

Kian hari, mulai terlihat sikapnya. Lambat laun, sikap seseorang di masa lalu, mulai terlihat di dirinya.
Apa mungkin, hal yang lalu terjadi lagi sekarang?
Sangat tidak diragukan sebenarnya. Dia pantas seperti itu. Karena memang aktivitas ini membuat diri ini acuh tak acuh dengannya.
Wajar dia bosan. Maka dari itu, sejak perpisahan yang lalu dan pertemuan ini sampai sekarang, aku belum siap mengatakan "iya".
Bukan karena ingin memainkan perasaannya, tapi hanya ingin membuktikan, dia sama seperti yang lalu atau beda.
Dan nyatanya sekarang, dia mendekati yang lalu.
Sekarang, mungkin tinggal menunggu waktu, dia akan berjalan mendekati diri ini atau justru perlahan menjauh.

Minggu, 31 Januari 2016

Datang Lagi

Tepat seminggu yang lalu, di sebuah acara yang sangat ramai, aku kembali melihat dirinya setelah setahun ini berhasil melupakannya.
Andai kata ‘egois” bisa ku praktikkan, tak akan aku sia-siakan waktu itu.
Akan ku buat waktu 1 jam minimal untuk bertatap denganmu lagi setelah akhirnya kita akan berpisah lagi.
Tapi sayang, seolah diri ini ingin dipandang sebagai senior yang baik dan penyayang, aku pun pergi dan mengabaikan perasaan ingin bertemu.
Dan setelah peristiwa itu, seolah rasa menunggu itu datang lagi dan membuat isi otak ini seolah hanya kamu yang mengisi.
Aku sempat marah kepada Tuhan karena tidak mempertemukan kita dengan waktu yang lama.

Tapi, bila dipikir-pikir, mungkin memang ini skenario yang terbaik yang dibuat oleh Tuhan untuk kita agar tak perlu lagi teringat yang dulu-dulu tentang kita, meskipun yang dulu itu sampai detik ini belum 100% terlupakan.

Rabu, 27 Januari 2016

Bersamaan dengan tetesan hujan sore tadi yang jatuh ke bumi, kembali tetesan air yang lain juga jatuh membasahi seluruh wajah ini.
Sikapnya yang kian hari selalu berubah-ubah sesuka hati, membuat tetesan air ini jatuh tanpa diinginkan sama sekali.
Kemarin-kemarin, oke. Masih bisa dimaklumi.
Tapi entah kenapa untuk hari ini, aku mengaku kalah menghadapi sikapnya itu.
Dengan menduduki posisi yang teramat sulit sekarang ini, apa masih bisa bertahan menghadapi sikapnya untuk ke depannya nanti?
Entah, 1000 kali entah kuucapkan kata ini hingga lelah. “Apa bisa diri ini menjadi yang sesuai dia inginkan?”
“Apa bisa diri ini masih bisa berkata “baik-baik saja” di depan semuanya dengan menorehkan senyum?”
Entahlah... Biar semua ini berjalan sesuai skenario Tuhan..

#sudahsangatlama