Sabtu, 31 Oktober 2015

Tak Ada Salahnya Berharap Kan?

Mengapa setelah pertemuan harus ada perpisahan?
Tak bisakah kita selalu bersama?
Dan mengapa aku baru terjatuh sekarang?
Apa ini memang rencana-Mu yang baru membiarkan aku terjatuh?
Tapi mengapa? Mengapa baru sekarang?
Di saat tinggal menghitung hari, Kau membiarkan ku untuk menanamkan luka yang takut kehilangan ini.
Aku tak tau rencana apa lagi yang Kau buat untukku.
Tapi, aku berharap agar suatu saat nanti dia yang menjadi imamku.
Tak peduli kapan itu terjadinya,
Yang penting aku berharap dia menjadi yang terakhir di hidupku.
Boleh kan diri ini berharap demikian?
Dan kalaupun bukan dia, tak apa.
Tapi, ku mohon jangan mendekatkan kami ataupun mempertemukannya lagi.
Agar aku tak jatuh lagi..

Jumat, 30 Oktober 2015

Terima Kasih Banyak

Aku senang kamu datang malam ini...
Mendengarkan semua keadaanku saat ini.
Aku hampir lupa bahwa aku masih mempunyai kamu di sini.
Mungkin karena kesibukkanku yang tak kunjung usai sampai aku harus memendam kekecewaan ini sendiri.

Aku sangat menyesal telah mengkhianati ketulusanmu.
Maaf sudah pernah lengah dalam menjaga hati ini.
Aku belajar berjanji tak akan mengulangi perbuatan bodohku.

Terima kasih sudah singgah di sini.
Terima kasih sudah mau menjadi pendengar yang baik malam ini.
Terima kasih kamu telah berubah menjadi kamu yang dulu lagi saat pertama kali kita kenal.
Terima kasih masih menyediakan bahu untuk sandaran hati.
Dan terima kasih atas waktunya malam ini.
Semoga esok keadaan kita jauh lebih baik daripada malam ini.

DT 29...

Kamis, 29 Oktober 2015

Ada yang Hilang?

Ada yang hilang dari diri ini?
Ya kecerianku terenggut oleh rasa kecewa yang begitu dalam.
Dia membawaku terbang dengan segudang perkataannya yang merayu dan dewasa, lalu menjatuhkan dengan damai. Dan kini, tak tau bagaimana caranya untuk bangkit dari lubang kehancuran yang ku buat sendiri.

Kenapa kamu harus hadir dengan omong kosongmu itu? Omong kosong yang sangat manis tetapi selalu ingkar. Dan bodohnya lagi, aku selalu percaya tanpa pikir panjang ucapanmu itu.

Bila mengenalmu hanya untuk sakit, untuk apa Tuhan mempertemukan kita?
Sekejam itukah Tuhan mempermainkan semua ini?
Atau justru, aku yang kejam karena terlalu percaya denganmu?
Rasanya seperti hidup di sekitar mawar berduri. Indah seperti mawar, namun sakit terkena duri.
Aku hanya manusia bodoh yang mudah terhasut dengan perkataanmu. Dan karena kamu, aku mulai kehilangan pribadiku yang ceria. Bahkan kini, aku tak mampu lagi percaya kepada orang lain.

Kamu hebat! Mampu merusak hati yang sudah rapih. Terima kasih pernah ada di ruang hampa ini. Pergilah, dan jangan kembali lagi bila mendatangkan sakit.
Bila mendatangkan kebahagiaan dikemudian nanti, tenang saja! Aku akan coba membuka hati untukmu lagi...

Kecewa...
1 kata yang sering terucap oleh mulut ini untuk akhir-akhir ini.
1 kata yang sering menyelimuti diri ini dari dinginnya keadaan ini.

Kekecewaan itu datang lagi!
Seperti hidup tapi mati, bisa melakukan segudang aktivitas tapi mulut bungkam 1000 bahasa. Diri ini menjadi sangat lemah semenjak tau sifat aslinya yang memiliki segudang perkataan yang sangat dewasa.

Ya lagi-lagi diri ini salah menilai orang. Orang yang dianggap sangat dewasa dan mampu merangkai kata-kata, nyatanya adalah boomerang untuk diri sendiri. Sangat lelah berkali-kali salah menilai orang. Tak tau lagi harus kepada siapa menggantungkan kepercayaan ini.

Benar-benar lelah dengan semua keadaan ini. Mulai bosan dengan kekecewaan ini. Berkali-kali kata "kecewa" terucap dari mulut ini.
Di mana pribadi ceria yang dulu? Aku mulai tak mampu mengenali diriku saat ini. Seperti kehilangan jati diri. Bahkan, topeng pun tak sanggup menutupi kekecewaan diri ini, tak lagi pandai memainkan topeng yang ku kenakan.

Andai saat itu bisa terulang, mungkin diri ini tak akan tau bagaimana sifatnya dan semuanya akan terasa baik-baik saja. Tapi ini takdir yang mengantarkanku pada kekecewaan dan kejujuran...
Semoga esok tak akan salah menilai orang lagi...

Sabtu, 24 Oktober 2015

Tak Mau Lagi!

Ada tawa di balik tangis..
Ada senyum di balik kecewa..
Ada tenang di balik gelisah..
Dan ada kata "berjanji" di balik kata "ingkar"...

Pengucapan kata "janji" hanya omong kosong belaka. Tak sungguh-sungguh dalam pengucapan kata "tenang aja". Selalu menutupi kekecewaan dengan goresan senyum dan tawa. Tak tau lagi harus menumpahkan kepada siapa lagi tentang perasaan. Sudah berfikir bahwa semua orang tak ada lagi yang bisa dipercaya. Bahkan sahabat yang benar-benar sahabat pun, sulit untuk dipercaya ucapannya. Seperti orang bego yang bolak-balik mencari kejujuran ke sana-sini. Mencari kejujuran adalah bagai mencari jarum ditumpukan jerami. Sangat sulit...

Dan akibat kata "janji" dan tenang aja", ada beberapa orang yang harus terkena dampaknya. Hanya bisa diam dan tersenyum untuk mereka walau sulit sekali untuk membuat diri ini menggambarkan kebahagiaan. Tapi, harus tetap mencoba untuk tersenyum. Karena saat ini, mereka sangat membutuhkan senyuman ini, membutuhkan tawa dari diri ini.

Tak mau lagi percaya kepada kata "janji" dan "tenang aja". Dari 2 kata ini, diri ini mendapat pelajaran berharga bahwa menilai seseorang tak hanya bisa sekedar tatapan dan waktu yang sebentar. Maksudnya adalah tak sembarang mengucapkan sesuatu kepada orang yang baru dikenal ataupun sudah kenal dekat...

Jumat, 23 Oktober 2015

Sendiri Dalam Sunyi

"Maaf"...
1 kata yang buat orang sangat turun derajatnya saat mengucapkan kata itu dan 1 kata yang bisa buat orang mati gaya.

"Maaf"...
Kata yang sangat mahal. Tak bisa ditawar atau pun dijual dengan harga murah. Bahkan, harga sebongkah berlian pun tak akan sanggup untuk menyaingi mahalnya kata ini.

Bila hati sudah sangat tersakiti, kata "memaafkan" adalah kata yang paling sulit untuk terucap.

Akhir-akhir ini kata itu sering terucap dari bibir ini. Dan hanya satu yang ingin didengar dari telinga ini, yaitu kata "memaafkan". Tapi, rasanya mustahil untuk mendengar kata itu lagi. Mereka sudah mati dengan kata "memaafkan". Mereka tak percaya lagi bisa mengeluarkan kata "memaafkan" untuk diri ini.

Mungkin sebentar lagi adalah saatnya perjuangan yang selama ini diraih, semangat yang tiada hentinya, dan jobdesc yang banyak akan ditinggalkan. Bukan hanya sementara, tapi selamanya. Hanya demi mendengar kata "memaafkan" lagi.

Rabu, 21 Oktober 2015

Tunggu Buktiku...

Manusia tanpa kesalahan sedikit pun adalah manusia yang sempurna. Tapi, sayangnya kesempurnaan hanya milik Tuhan. Seseorang yang terlihat sangat baik pun bahkan memiliki segudang kesalahan. Lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Namun, kesalahan yang kali ini amat fatal. Mengecewakan kedua orang yang sangat aku sayangi, dan juga diri sendiri ikut ku kecewakan. Kesalahanku ini di awali dengan kebiasaanku yang sering pulang malam.Mungkin, sekarang malam adalah duniaku. Tapi, kedua orang tuaku tak menyukai duniaku yang sekarang. Sudah berpuluh-puluh kali mereka menyatakan ketidaksukaan mereka dengan duniaku yang sekarang. Tetapi, aku menghiraukan pernyataan mereka. Sampai akhirnya, aktivitasku terkena dampaknya. "Tinggalin aktivitas kamu!!!". Itulah ucapan yang sering mereka lontarkan padaku akhir-akhir ini. Tapi jujur, aku sendiri belum sanggup untuk meninggalkan aktivitas ini. Banyak teman dan pengalaman yang aku dapatkan di sini. Semua akan terasa sia-sia bila ku lepaskan hanya karena ketidaksukaan orang tuaku dengan aktivitasku ini. Mereka tak pernah tau betapa lelahnya memperjuangkan semuanya selama ini. Dan mereka tak pernah ingin melihat prosesnya, bahkan tidak peduli sama sekali. Yang mereka inginkan adalah hasil. Sementara aku, memang belum dapat membuktikan yang mereka inginkan. Aku bingung harus apa. Sekarang aku sedang digantung oleh lomba yang aku ikuti. Aku berharap menang, agar aku dapat membuktikan kalau aku tak salah mengambil aktivitas ini. Dan membuat mereka suka dengan duniaku sekarang.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tak Semudah Pengucapannya

Hari ini mendapat pelajaran yang berharga betapa pentingnya arti kata "janji". Janji, menurutku kata ini adalah kata yang mudah diucapkan oleh banyak lelaki dalam mengobral cintanya pada setiap pasangannya. Dan saat si lelaki tak mampu menepati janjinya, si wanita akan marah dan otomatis si lelaki akan mengucapkan kata "janji" yang baru pada pasangannya. 

Tapi, ini berbeda kasus denganku. Bukan karena seorang lelaki yang berjanji padaku, tapi justru sebaliknya. Aku dan seorang temanku yang dengan mudah mengucapkan kata itu. Memang salah kita yang terlalu mudah mengucapkan kata itu. Tak berniat ingkar sebenarnya. Tapi, aku dan temanku memang real lupa dengan janji tersebut. Dan sampai membawaku pada kata "baper" yang mengakibatkan mood ku berubah 180 derajat malam ini. Masalahnya sangat sepele sebenarnya. Hanya karena kelupaan kita menepati janji pada seseorang dan seseorang itu bukannya mengingatkan kita, tapi justru dia menyerang kita dengan sindirannya di pm (personal message). Sebenarnya aku tidak membaca pm-nya apa, tapi temanku yang membacanya. Seharusnya dia mengingatkanku bukan malah menyindir lewat sosial media seperti itu. Kesal? Marah? Itu sudah pasti. Tapi, lagi dan lagi aku harus berusaha menggunakan topeng ini sebaik mungkin agar semua orang tau kalau masalahnya sudah beres dan menganggap kalau semuanya baik-baik saja seperti tidak terjadi sesuatu. Profesionalitas dalam bekerja atau pun berorganisasi harus sangat menggunakan topeng bermuka senyum dan ceria. Lelah sebenarnya harus terus menggunakan topeng ini. Topeng ini menutupi jati diriku yang sebenarnya. Dan aku yang sebenarnya bukan lah aku yang selalu ceria di depan mereka semua, melainkan pribadi yang pemalu dan tak sebegitu ceria saat di depan mereka.

Dan dari ini semua aku menyimpulkan bahwa mengucapkan kata "janji" tak semudah pengucapannya. Banyak praktek yang harus dilakukan saat menyebutkan kata itu. Dan kini, aku tak ingin hal ini terulang kembali. Mengobral janji dengan mudahnya dari mulut ini.



Kamis, 15 Oktober 2015

Setiap bertemu dengan temanku ini, aku semakin tau seluk beluk orang itu. Sebenarnya berusaha untuk tidak termakan omongannya, tapi sangat sulit untuk termindset seperti itu. Karena memang sudah banyak buktinya, banyak cadangannya di mana-mana. Bagai nelayan yang sedang menebar makanan ikan, siapa yang mengambil makanan itu duluan dia yang dikejar. Terlebih lagi, hari ini ada satu temanku lainnya yang lebih meyakinkanku tentang dia. Rasanya bila ingat dulu saat terjebak buayaiannya, aku merasa menjadi wanita bodoh yang sangat mudah termakan omongannya. Tapi, ini yang namanya suratan takdir. Semua memang sudah jalannya. Tuhan lah yang menjadi sutradara setiap jalan ceritanya manusia. Kita tidak bisa mengelak arahan dari sang sutradara dan juga tidak bisa menolak bila ada adegan yang tidak kita inginkan. Kita hanya bisa menjalankan seikhlas mungkin dan harus tetap tersenyum. Tapi, ada sisi baiknya aku pernah mengenalnya. Yaitu, bisa mendapatkan lelaki yang benar-benar menyayangiku. Ya aku tak ingin munafik saat bertemu dengannya masih ada rasa sedikit. Tapi, setalah hari ini aku berusaha untuk tidak mengingatnya lagi dan menjalani kehidupan yang ada di depan mata. Tak ingin lagi menoleh ke belakang melihatnya ataupun mengingatnya. Ada lelaki yang lebih pantas sedang menungguku di depan sana...

Sabtu, 10 Oktober 2015

Biar Waktu Yang Menentukan

Lelah... 1 kata yang sering terucap oleh orang lain, dan 1 kata yang mematikan kreatifitas seseorang. Mengapa ku katakan demikian? Karena dengan adanya kata itu, seseorang bisa lupa sama apa yang ingin diraihnya dan merasakan lumpuh pikirannya, bahkan seketika ingin mati.Terlalu sibuk melakukan aktivitas sampai membuat orang lupa dengan dirinya sendiri atau bahkan lupa sama dunianya yang lain. Wajar seseorang merasa lelah. Karena bila seseorang merasa lelah, berarti sedang ada yang dia perjuangkan. Sebaliknya, bila seseorang tidak merasa lelah, berarti hidupnya hanya sekedar bersandiwara.

Jujur, akhir-akhir ini kata itu sering terucap oleh mulutku ini. Seperti hobi saja mengucapkan kata itu. Tak terhitung berapa kali aku mengatakannya. Dan baru sekarang aku merasa sudah mulai jenuh dengan segala aktivitas ini. Aktivitas yang memiliki segudang macam deadline sana-sini membuatku hampir lupa dengan kehidupanku yang lain, seperti sahabat, pacar, dan orang tua. Mulai benar-benar lelah dengan kata-kata orang "Lo udah terlalu sibuk!! Kebanyakan ngurusin aktivtas itu-itu aja. Sering ingkar janji". Ucapan mereka memang benar. Aku pun merasakan demikian. Bahkan, dengan aktivitas ini aku mulai tak bisa jaga hati dengan sikap pacarku yang juga mulai jenuh dengan aktivitasku. Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan aktivitasku ini. Karena aktivitas ini memang tak salah. Aku lah yang salah karena tak pintar membagi waktu antara aktivias, sahabat, dan pacar. Bahkan, dengan orang tua saja terkadang aku susah membagi waktu.

Sebenarnya, kata "lelah" ini tak pernah ingin ku ucap sama sekali. Hanya ingin mengucap dalam hati dan tersirat lewat senyuman seperti biasanya. Tapi, semenjak aku salah menilai temanku yang ku kira tak pernah iri denganku, kata ini pun sering terucap. Aku lelah dan bahkan hampir bosan melihat keirian mereka kepadaku. Mereka tak tau, bahwa ada aku yang jauh lebih iri dari pada mereka. Dan terlebih lagi, puncak kesabaranku habis saat tau sifat mereka yang jauh sebenarnya bagaimana. Seketika rasanya aku ingin benar-benar melepas semuanya. Tak peduli lagi dengan jobdesc ku di aktivitas ini. Tapi, itu hanya gambaran jelekku yang memang benar-benar lelah. Pikiran ingin melepas semuanya hanya lewat saja. Karena aku berfikir, semuanya akan sia-sia perjuanganku dari awal sampai sekarang bisa seperti ini hanya karena sifat mereka yang seperti itu padaku. Aku tak boleh kalah dengan sifat mereka. Justru dengan adanya sifat iri mereka padaku menandakan kalau aku sudah selangkah lebih maju dari mereka. Sempat aku kabur sehari dengan teman-temanku yang lain, dan berhasil. Saat itu rasanya semuanya lepas. Aku merasa bebas dari aktivitasku. Dan itu sebenarnya caraku untuk lari kelelahanku ini agar aku bisa mencerahkan kembali pikiranku yang ingin melepas semuanya. Dan aku sadar, seberapa pun rasa lelahku, aku tidak bisa pergi dari aktivitas yang sudah membawaku kepada prestasi dan segudang pengalaman. Mungkin akan ada saatnya aku pergi dan melepas semuanya. Tapi bukan sekarang. Nanti. Biar waktu yang berkata.



Jumat, 09 Oktober 2015

Terima Kasih

Mimpi...
Bagiku mimpiku telah berakhir..
Tapi, setelah datangnya kamu,
Mimpiku seolah hadir kembali...
Kamu membantuku membangun mimpi itu kembali,
Mengembalikan harapan-harapan yang telah pupus menjadi nyata,
Membuat sisa-sisa hidup ini jauh lebih berharga kembali
Terima kasih kamu telah datang di saat yang tepat..
Membuat aku benar-benar menjadi wanita yang terhormat,
Membuatku merasakan rasanya dicintai dengan sungguh-sungguh..
Maaf, waktu kita bersama hanya sedikit
Hitungan hari pun rasanya sangat mustahil..
Biarkan aku pergi dengan tenang
Lepaskanlah kepergian ku ini
Semoga kepergian ini membawa kedamaian untukmu, bukan kesengsaraan di hatimu
Aku tunggu kamu di sini, di sampingku, surga kedamaian kita...

Selasa, 06 Oktober 2015

Pena...

Banyak orang yang mengenal diriku hanya sebatas wajah dan nama, namun tak mengenal dalamnya aku. Mereka berbicara mengenai hidupku tanpa tau kebenarannya hidupku ini seperti apa. Kebanyakan dari mereka hanya tau aku selalu bahagia, ceria, dan tak pernah merasakan sedih sedikit pun. Wajar kalau mereka beranggapan demikian. Karena memang aku tak pernah menampakkan wajah sedihku di depan mereka. Buat apa aku tampakkan? Agar mereka simpati padaku? Bukan itu yang aku inginkan. Tak pernah sedikit pun aku ingin dikasihani. Aku bukan tipe orang yang selalu mengumbar kehidupanku sedang bahagia ataupun sedih. Dan aku membiarkan mereka tetap berfikir kalau aku selalu bahagia, ceria, dan tak pernah sedih sedikit pun.

Pribadiku ini berbeda dengan pribadi yang lain. Akan selalu ada perbedaan yang mampu membuktikan kalau aku lebih dari yang lain. Bukan bermaksud sombong. Tapi bila ingin dipuja, memang harus memiliki sifat itu. Seseorang pernah mengatakan padaku, "Sombong itu wajar. Justru kalo lo ga sombong, lo ga akan dikenal. Tapi jangan terlalu sombong". Aku pun tak ingin memungkiri bahwa setiap manusia pernah memiliki sifat sombong. Bahkan, seorang manusia yang memiliki iman kuat pun pernah mempunyai sifat sombong.

Pena... Dengan pena, aku bercerita. Dengan pena pula, aku melukis. Bercerita tentang peristiwa yang aku alami, kemudian melukiskan peristiwa itu dengan warna-warni tinta indahnya hidup. Setiap manusia pasti membutuhkan pena untuk menulis apa pun itu yang ingin ditulis. Hebatnya pena dapat membuatku bisa berkata-kata mengartikan sesuatu dengan panjang tanpa harus ku ucap dari mulut ini. Namun terkadang, aku seolah dibuat mati oleh pena karena tak mampu berkata di depan orang. Hanya mampu merekam peristiwa dan menguraikan oleh kata.

Aku terlalu buta dengan dunia luar. Terlalu asik dan sibuk sendiri oleh pena yang kupunya. Pena membuatku jauh lebih hidup. Jauh lebih menghargai hidup. Dengan pena, aku sadar. Bahwa hidup tak selamanya indah. Banyak kendala saat kita ingin nenulis. Begitu juga hidup, selalu banyak kendala saat kita ingin sukses. Hujatan, cacian, itulah yang aku dapatkan. Tapi, aku sadar kalau aku harus bangkit dan jangan mendengarkan mulut orang lain berbicara. Terus lah menulis dengan pena setulus hati. Setulus hati juga aku nenjalani hidup ini.

Minggu, 04 Oktober 2015

#misikondanganumi

Lagi-lagi, gue dapat pengalaman berharga dari ekskul tercinta. 4 manusia berjenis kelamin wanita dengan tampang polos melakukan perjalanan ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yup gue, Miney, April dan Amadea. Kita ke sana dalam rangka kondangan pernikahan kakaknya Umi. Sebelum jalan, ada satu kata yang bikin gue terngiang terus. "MASKER!". Yup, itu adalah ucapan dari pembimbing ekskul gue, Rijal. Satu kata itu sangat bermakna buat gue dan April, karena kita pernah menyepelekan hal itu dan terkena akibatnya. Di dalam angkot, kita bercanda gurau membahas yang ga penting sebenarnya, tapi bikin tertawa. Dan kebetulan jalanan sedang macet, ya biasa lah ada bapak-bapak yang ga sabaran gitu bikin rusuh seangkot. Angkot yang kita naiki benar-benar terbaik nyalipnya. Jam 12-an kita berangkat dari sekolah dan baru sampai terminal jam 2 kurang. Bayangkan seperti apa macetnya dan bosannya kami di dalam angkot? Argh...

Setibanya di terminal Bekasi, kita langsung naik ke busnya. Dan pakai acara ngetem. Baru jalan sekitar jam 3. April lah yang paling cepat dan  lelap tidurnya dan Amadea, gue ga terlalu memperhatikan Amadea. Sedangkan gue dan Miney, bercanda gurau sepanjang jalan. Bahasannya sama sebebarnya, ga penting tapi lucu. Menceritakan tentang masa kecil, dance covernya Miney, tempat pkl masing-masing, dan masih banyak yang lain. Di jalan, gue dan Miney melihat bangunan yang belum jadi. Kita membayangkan kalau membuat film action di tempat itu pasti seru. Gue dan Miney belum mau tidur kalau belum bayar ongkos busnya, karena kita ga mau kalau tidur kita keganggu. Akhirnya, si kenek minta ongkos, dan kita pun membayar busnya lalu pergi tidur. Amadea pun juga pergi tidur. Sementara April, dia terbangun karena dimintain ongkos bus dan tidak bisa tidur lagi. Wkwkwk.

Sesampainya di terminal, kita  berempat turun dan langsung naik angkot lagi. Entah kenapa kita berempat bisa sama-sama mual perutnya. Dan cuma gue yang nyawanya belum terkumpul, tapi dipaksa melek. Alhasil, saat mereka menyebutkan kata "solar", yang terdengar di telinga gue adalah "sholat". Mereka pun mentertawakan gue karena masih mengantuk. Saat ingin turun, kita sempat ragu dan takut salah. April dan Miney sibuk melihat denah dari undangan, dan gue masih mengantuk. Kita pun turun dan untungnya kita ga salah turun. Di sana sudah ada Sultan, Mas Deas, Mas Gar, dan Mas Dimas. Ya biasalah kalau sudah ada Mas Deas dan Mas Gar, ga lain dan ga bukan ada "Eve Picture", alias lagi ngejob. Wkwk. Mereka menjadi tukang foto di acara pernikahan kakaknya Umi. Dan anehnya lagi, kita bertemu dengan penumpang yang ada di bus di tempat pernikahan kakaknya Umi. April, Miney, dan Amadea lah yang menyadari hal itu. Sementara gue ga sadar karena ga terlalu memperhatikan keadaan sekitar. Dan itu membuktikan kalau dunia itu memang sempit.

Di sana Mas Gar menanyakan Amadea tentang clapper dan macam-macam genre di Indonesia. Enaknya ekskul gue, kalau kita main atau jalan-jalan ada aja ilmu yang kita dapat. Jadi, kita jalan-jalan sambil belajar, walau ga banyak yang dibahas. Kita pun pulang jam 7an naik kereta. Kita ga mau naik bus karena pertama, takut mual lagi, dan kedua kita cewek berempat takut ada apa-apa.

Tibalah kita di stasiun Kota. Ya karena kita agak sedikit bandel dan masih mau jalan-jalan, kita mampir dulu di pelataran Museum Fatahila, Kota Tua. Di sana ramai sekali. Ya namanya juga malam minggu, masa mau sepi kayak kuburan? Kita cuma duduk dan foto-foto. Seharusnya, kita ajak rombongan Eve Picture untuk memfoto kita. Tapi itu tidak mungkin, karena mereka masih kerja di tempatnya Umi. Dan di Kotu ada 2 anjing yang ga tau sedang melakukan apa (kayaknya sih menjurus ke seks), tapi gue dan Miney sok-sokan mendubbing kedua anjing tersebut. Dubbingannya itu ga banget lah. Geli kalau gue ingat lagi😪.

Jam 8an kita pun pulang dan jam 9 baru dapat kereta. Gue lupa kalau angkot 19 atau 19 A terakhir sampai jam 10. April, Amadea, dan Miney semuanya dijemput kecuali gue. April dan Amadea dijemput di stasiun, sedangkan Miney dijemput di Setiakawan. Sebenarnya bokap mau jemput, tapi jam 11 jemputnya. Itu juga jam 11 baru jalan dari kantornya. Ya kali gue harus nunggu 1 jam😒. Dan ternyata benar dugaan gue. Sesampainya di terminal, semuanya sepi. Ga ada angkot sama sekali. Cuma angkot 02 dan 10 yang gue lihat, dan itu juga hanya beberapa. Akhirnya gue lihat ada bus 9 A jurusan Bekasi - Senen. Gue tanya sama keneknya lewat tol timur atau ga, dan untungnya lewat tol timur. Gue seorang wanita sendirian di terminal kayak abis apaan tau, kebingungan, dan saat naik bus penumpangnya bisa dihitung menggunakan jari. Gue coba bbm pacar gue nanya lagi apa, tapi dia ga bales. Kan sedih dede😔. Dan akhirnya gue coba bbm temen cowok gue nanya lagi apa. Dan dia bales, "Gue lagi malming sama Intan". Intan itu adalah pacar temen cowok gue. Gue bales, "yaudah deh ga jadi". "Emang kenapa sih? Pasti ada apa-apanya deh", tanya dia penasaran. Dan gue bilang kalau gue di tol timur sendirian ga ada angkot bingung pulang naik apa. "Ya ampun kok bisa. Emang abis dari mana sih? Lo tunggu di sana. Cari tempat yang agak ramai, jangan sendirian di tempat sepi. Gue mulangin Intan dulu", ya itu lah balasan dia. Akhirnya gue menunggu dia untuk dijemput. Ya berhasilah gue minta dijemput. Wk.

Akhirnya, dia pun sampai. Gue dimarah-marahin sama dia karena pulang kemalaman. Bete sebenarnya dimarahin gitu. Pacar bukan, saudara bukan, tapi marah-marah. Tapi, gue seneng banget dia lebih perhatian dari cowok gue. Wkwk. Dan dia mengajak gue buat muter-muter dulu seputaran Gading. "Capek ga? Kalo ga capek kita muter-muter dulu yuk nikmati sisa malam mingguan. Tapi kalo capek, ya langsung pulang". Sebenarnya capek banget, tapi bisa-bisanya gue bilang kalau gue ga capek dan gue mengiyakan ajakannya.

Sampai di rumah sekitar jam 11 kurang. Saat buka handphone, banyak banget bbm dari April isinya "Tya", "lo dimana?", "Lagi dimana?", "Oy", dan sisanya ngeping. Miney juga nanya gue lagi di mana. Mereka kesel karena handphone gue mati, susah dihubungi, bikin khawatir, eh taunya gue lagi seneng-seneng nikmati sisa malam mingguan. Wkwkwk.

Sesampainya di rumah, cowok gue baru bales kalau dia lagi bikin wpap apalah ga ngerti, hampir sama yang kayak Tio suka bikin. Ya karena gue capek dan agak kesel sama dia, gue diam saja, bbmnya ga gue read. Dari pada cuma gue read doang, nanti yang ada dia bete lagi sama gue. Setelah itu, gue mandi dan pergi tidur.

Jalan-jalan kali ini adalah jalan-jalan yang mengesankan banget buat gue. Karena pertama, gue jalan sama 3 manusia yang sama sekali ga ada yang tau jalan dan kita cuma mengira-ngira. Kedua, ini pertama kalinya gue naik angkot yang jago banget nyalipnya. Ketiga, gue ga kedapatan angkot di terminal. Keempat, gue masih bisa nikmati malam mingguan sama dia walau cuma sebentar. Dan kelima, gue dikhawatirin sama teman-teman gue. Thanks banget kalian yang sudah mengkhawatirkan gue. Gue ga akan melupakan peristiwa itu. Love you guys😘

Kamis, 01 Oktober 2015

Dari Mata Turun Ke Hati

Banyak orang yang mengatakan "dari mata turun ke hati". Dulu, itu adalah kata-kata paling mustahil yang aku percaya. Karena dengan mata, seseorang tidak mampu bahkan tidak berhak menilai seseorang hanya sekedar melihat. Tapi, aku larut dalam kata-kata itu. Sandy, dia adalah kakak kelasku, beda 2 tahun denganku. Wajahnya yang tampan membuat aku terpikat. Padahal baru bertemu pertama kali, tapi sudah ada rasa. Konyol bukan? Hanya dengan mata, bisa langsung memiliki rasa. Terlebih lagi, dia sangat respect denganku, baik pula. Pertemuan pertamaku dengannya ketika aku harus mengerjakan tugas membuat cerita dari guruku. Sedang berputar-putar di sekitar sekolah untuk mencari ide, aku pun bertemu dengannya. Melihat wajahku yang melas, dia pun mau membantuku. hehe😁. Kami duduk di koridor sekolah dengan bercanda gurau dan saling bertanya tentang satu sama lain. Dia orang yang asik, lucu, baik, dan intinya aku jatuh hati padanya.

Saat aku dan teman-temanku sedang menonton film di bioskop, kami tak sengaja bertemu, dan menonton film yang sama, juga duduk sebelahan. Padahal itu sama sekali tak direncanakan. Aku hanya bergumam dalam hati, "jangan-jangan aku sama dia berjodoh. Wkwk". Tapi, aku berusaha untuk tidak mau terlalu larut karena ketampanannya. Belum tentu, dia juga suka padaku. Setelah menonton bareng itu, aku sama Sandy semakin sering chat-chatan. Bahkan, dua minggu berturut-turut aku bbm-an sama dia.  Padahal, isinya juga ya itu-itu aja. Tapi, kita bisa chatan sampai malam, sekitar jam 12an baru kelar. Dan itu membuatku semakin larut.

3 bulan kami sering jalan, makan, malam mingguan, dan kita juga sering pulang bareng. Tiba-tiba, aku tak sengaja mendengar Tara curhat dengan Innes tentang Sandy. "Ih semalam Sandy nanya gue lagi apa. Ga cuma semalam dia nanya, tapi udah seminggu ini kita chat-chatan terus. Senang deh", ucap Tara yang membuatku ingin marah. Dan saat pulang, mereka pulang bareng. Padahal Tara sendiri tau kalau aku suka sama Sandy. Tapi, kenapa dia begitu?

Saat sedang bermain true or dare, Tara memilih "true" dan mendapatkan pertanyaan "Lo suka sama Sandy?". Dan Tara pun mengatakan Iya. "Sandynya juga suka sama gue kok. Buktinya dia ngechat gue mulu". Padahal saat itu, posisi Tara sedang pacaran dengan Dicka. Memang gila temanku yang satu ini. Kurang lebih 2 bulan aku jarang berkomunikasi lagi dengan Sandy. Dia sedang terlalu asik bermain dengan Tara. Sampai membuat Tara harus mengakhiri hubungannya dengan Dicka. Aku bisa apa? Marah? Kesal? Cemburu? Itu pasti. Tapi aku ini siapanya yang pantas untuk cemburu. Aku menyesal telah larut dalam buayannya.

Sebulan kemudian, Tara datang padaku. Dia menangis karena Sandy sudah mulai dingin. Aku mulai mengerti sifat Sandy yang sebenarnya. Dia sedang mencari ikan yang siap dipancing. Namun, bila sudah dapat dan bosan, langsung mencari ikan yang lain. Malam setelah Tara menangis padaku, Sandy mengechat aku kembali. Karena sudah paham dengan sifatnya, aku pun biasa saja.

Tak lama kemudian, Juli, temanku menceritakan padaku kalau dia ditembak Sandy. Mungkin Sandy sedang mencari ikan yang lain, karena gagal memancingku kembali. Aku hanya tersenyum dan memberitahu padanya apa yang aku alami. Karena aku tak ingin lagi ada korban dari dia. Aku, Tara, dan Juli adalah korbannya. Dia hebat, sanggup membuat ketiganya jatuh hati hanya karena dengan mata. Wajahnya yang tampan juga rayuannya yang membuat kami langsung terpikat, hanyalah fiktif belaka. Dan ternyata memang benar. Kata-kata "dari mata turun ke hati" itu salah besar. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya karena fisiknya yang indah bila dilihag oleh mata. Namun, kita harus merasakan apakah hatinya lebih indah dari pada fisiknya atau justru sebaliknya?
Ini adalah pelajaran bagi siapa pun itu, jangan langsung menilai orang lewat penglihatan, tapi nilailah dari hatinya.