Kamis, 31 Desember 2015

Terimalah

Semua telah berlau dan tahun pun telah berganti, tapi kenapa seolah perempuan dalam hidup ini hanya aku? Ingat apa alasan kamu mengakhiri semua ini? Apa perlu ku tulis di atas dahimu agar kamu mengingatnya? Mungkin bila menjadi teman, akan ku terima. Nyatanya, kamu menginginkan perasaanku yang dulu kembali lagi. Kamu sudah menjadi laluku. Lalu yang hanya bisa ku kenang tapi tak kan ku harapkan kembali.
Tuhan sudah memegang takdir kita. Mungkin Tuhan marah karena saat kita bersama, selalu ada api dalam hubungan kita, sehingga Tuhan membuat takdir seperti ini.  Terimalah, takdirmu bukan aku, duniamu bukan aku, dan akhirmu bukan aku. Carilah dunia akhirmu yang lain. Mungkin ada di orang-orang terdekatmu.

Tanggal Main

Ada yang bilang, "Untuk bahagia itu ga harus punya pacar". Gue Vindi, berusia 17 tahun baru aja menjomblo alias putus. Putus di hari tanggal lahir gue itu rasanya... hmm luar biasa sakit. Sakit bukan karena sedih atau masih mencintai mantan. Tapi, sakit karena bingung antara mau bahagia atau sedih. Udah lama banget sebenarnya ingin putus, tapi masih gue tahan sampai akhirnya udah ga ada yang bisa dilanjutin lagi. Ya kita putus bukan 100% salah mantan gue yang terlalu egois. 80% adalah salah gue yang belajar bermain api. Gue main api, karena sifat doi yang egois. Selalu gue yang harus mengikuti kemauannya. Sedangkan dia? Dia ga pernah mau dengerin apa yang gue mau. Ya jadi, terpaksa gue cari pelampiasan ke orang lain yang mau menjadi pendengar yang baik buat gue.

Radit, laki-laki yang gue ajak main api. Dia udah punya pacar, tapi ya sama kayak gue, dia bosan karena sifat kekanak-kanakan ceweknya. Padahal, ceweknya Radit adalah teman SMP gue. Keren kan? 😏

Dan sebelum gue putus, Radit udah terlebih dulu putus sama ceweknya, Intan. Ga tau kenapa, gue bukannya sedih tapi gue bahagia. Rada jahat sih sebenarnya. Ya tapi, gue ga bisa bohongin perasaan sendiri.

Dua minggi setelah itu, gue yang putus cinta. Dan sekarang, gue sama Radit lagi coba jalanin petemanan dulu. Gue ataupun Radit, sama-sama belum mau punya komitmen apa pun itu. Kita masih asik dengan keadaan seperti ini. Gue cuma bisa nunggu. Kalau dia bertanya pertanyaan apa yang gue mau, ya saat itu juga gue menjawab jawaban apa yang gue dan Radit mau juga. Jadi, tinggal tunggu tanggal mainnya aja....

Senin, 28 Desember 2015

Sementara Begini Dulu

Pasca perpisahan kemarin, memang masih ada kamu. Tapi maaf karena kamu hanya menjadi teman biasa.
Bukan karena tak memiliki rasa, percaya lah.. rasa ini jauh lebih besar dibanding rasa yang dulu.
Tapi karena memang belum mau mempunyai komitmen apa pun dulu dengan siapa pun itu.
Bukan takut atau trauma karena kemarin, karena takut rasanya cuma manis di awal dan setelah di tengah rasanya justru biasa aja.
Dan lagi pula, kita baru sama-sama mengakhiri dunia kita kemarin, masa iya kita mau langsung memulai dengan dunia yang baru?
Aku masih terlalu menikmati dunia yang seperti ini.
Kalau sudah waktunya dan aku pun sudah sangat siap, akan ku akhiri semuanya ini dengan kata "iya, aku mau"...

Minggu, 27 Desember 2015

Tentang Kita : Aku Pergi

Ya... Ini mungkin sudah waktunya aku meninggalkan Jakarta dengan kenangannya yang begitu banyak. Besok pagi jam 10 aku akan pergi meninggalkan kota kelahiranku ini. Aku keterima di salah satu universitas di Jogjakarta dengan jurusan sastra bahasa. Ini adalah yang aku inginkan. Namun, rasanya sangat berat meninggalkan semuanya, orang tua dan teman-temanku. Tapi untungnya, ada Tara yang berkuliah di Jogja juga. Dan kebetulan, kita 1 kost-an, tapi beda kampus.
Aku berharap besok akan ada orang special yang mengantar kepergianku ini, ya itu Rizal. Tapi rasanya tak mungkin dia ikut mengantarku ke bandara. Sejak malam itu, semuanya berubah. Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut kita. Untuk berkata “hai” saja rasanya tak mampu. Entah gengsi atau apa yang membuat kita bungkam 1000 bahasa seperti ini.
“Kriiiiing....”, suara handphone-ku berbunyi, dan ternyata yang menelponku adalah Rizal. Ku tarik nafas panjang untuk mengangkat telpon darinya.
“Huh... Halo...”
“Kamu belum tidur, Vin? Besok berangkat pagi bukannya? Ini sudah jam 10 malam lho”, ya Rizal memang selalu menaruh perhatian seperti itu kepadaku. Siapa coba yang tak langsung menaruh hati kepanya?
“Hmm... bentar lagi tidur kok. Ini baru selesai beresin barang-barang buat besok”
“Yaudah tidur yang nyenyak ya...”
“Kamu besok ikut mengantarku kan?”, aku langsung bertanya demikian dengan harapan dia berkata iya.
“Liat besok ya, Vin. Aku sibuk soalnya ngurus buat masuk kuliah”
“Oh yaudah kalo ga bisa, ga apa-apa”
“Yaudah Vin. Kamu tidur ya... Good night and have a nice dream”, dan itu adalah kata-kata yang paling membuatku pertama kali langsung terpana dengannya. Andai kamu tau Zal, aku berharap kita bisa lebih dari sekedar teman dekat dan kamu bisa menjadi duniaku Zal.

Pagi-pagi sekali aku terbangun dan melihat handphone, ternyata ada sms dari Rizal yang mengatakan dirinya tak bisa ikut mengantarku. Ya, berarti nanti dan sampai waktu yang menemukan nanti, kita tak akan bertemu lagi. 

Tentang Kita : Vindi

Vindi, adalah sosok wanita yang selalu menemani hari-hariku. Suka duka selalu kita lewati bersama. Tapi semenjak malam itu, malam di mana aku mengelurkan perasaanku padanya, seolah tak ada kata yang keluar dari mulutnya lagi. Kami bungkam 1000 bahasa. Tak menegur satu sama lain. Apa salahku yang mengatakan demikian? Rasa penyesalan setelah malam itu  selalu memeluk hangat tubuhku di tiap detik aku bernafas. Aku tak mau hubungan kami yang tadinya sangat baik menjadi menjauh hanya karena 1 malam 30 menit itu.
Vindi sedang asik terduduk membaca novel pemberianku di taman sekolah kami. Novel tentang betapa pentingnya cinta yang harus diungkapkan sebelum terlambat. Seperti berkaca dari novel itu, aku sudah mengeluarkan perasaanku, tapi mengapa harus belum bisa memulai denganya dan justru harus membuatnya menunggu? Aku mulai ragu dan takut kalau Vindi nantinya menemukan yang lain dan aku tak sempat memilikinya.

Vindi akan pindah ke Jogja. Dia mengambil kuliah sastra bahasa di sana. Kuliah dengan jurusan satra bahasa adalah impiannya. Aku senang Vindi bisa meraih impiannya, dan berharap bisa menjadi penulis novel terkenal sesuai keinginannya. Tapi, dengan begitu akan ada waktu yang sangat lama untuk bisa berjumpa lagi dengannya. Apa aku akan tetap seperti ini kepadanya? Vindi, andai kamu bahwa aku sangat mencintai kamu dan menginginkan kamu sebagai duniaku, Vin.

Jumat, 25 Desember 2015

Dengan Terpaksa

Pagi ini, aku terbangun dari tidur yang lumayan panjang.
Entah apa yang dipikirkan Tuhan untuk membawa kamu yang tiba-tiba datang dalam bunga tidur semalam, dengan waktu yang lumayan panjang.
Keadaan yang sama sekali tak pernah ku minta lagi semenjak perpisahan itu terjadi.
Bayangmu begitu sangat nyata. Sampai aku bertanya, semalam itu "bunga tidur" atau "kenyataan"? karena semalam hampir tipis antara kenyataan dan tidak.
Sangat jelas tanganmu itu mengenggam tangan ini lagi.
Konyol memang. Di saat aku benar-benar tak menginginkanmu kembali, kamu justru hadir lagi dengan durasi yang cukup membuatku teringat awal dari semua ini.
Dan dengan terpaksa, di pagi yang cerah ini, aku teringat masa hitam kita yang menandai perpisahan ini.

Kamis, 24 Desember 2015

Kamu hadir setelah rasanya aku sudah tak percaya laki-laki lagi.
Kamu mampu membuat kepercayaan yang hilang itu ada lagi.
Kamu juga mampu membuatku sektika lupa sama dia, walau masih ada rasa sedikit.
Tapi nyatanya, kamu tak jauh beda sama dia.
Kamu egois. Hanya mampu membuat manis di awal.
Hampir setahun hubungan kita gini-gini aja.
Perbaikan selalu kta lakukan. Namun, tak berlangsung lama.
Aku mencoba menjadi apa yang kamu mau. Tapi, kamu? Apa kamu mencoba sama seperti yang aku lakukan?
Pernahkah kamu ingin mencoba bertanya, “apakah aku tahan dengan sikapmu itu?”
Sudah usai semuanya kini. Tak ada lagi kata “kita”.
Semoga kamu bahagia dengan duniamu sekarang... 

Rabu, 23 Desember 2015

1 Tahun Lalu

Singkat dan tidak jelas.
Mungkin itu yang menggambarkan hubungan kita selama 3 bulan kita cukup dekat.
Pertemuan kita sangat singkat dan berjalan sangat cepat. Jangankan pertemuan, perkenalan pun terhitung sangat singkat.
Tidak disangka, aku langsung terhipnotis oleh rupamu yang berkarismatik. Sifatmu yang dewasa pun, juga membuatku langsung terpana.
Masih teringat sangat jelas ucapan pertamamu yang malu-malu itu sangat mengajakku berkenalan.
Kamu sangat hebat, bisa membuatku langsung menaruh hati di detik pertemuan kita itu dan juga bisa membuatku benar-benar memilikimu.
Tapi, aku ini siapa yang harus marah ketika kamu dekat wanita lain?
Pintarnya kamu membiarkanku memiliki rasa tanpa status.
Dan terlebih lagi membuat hidupku seperti tak berarti tanpa kamu.
Dan kini, setelah 1 tahun semua itu berlangsung dan aku tau siapa saja yang kamu dekati, aku cuma minta 1 doa untukmu. Agar kamu tak merasakan sakit di kemudian nanti karena hal yang kamu perbuat sendiri.


Desember Terakhir

Desember ini benar-benar menjadi desember terakhir untuk kita.
Bukan karena bulan penghujung tahun, tapi ujung dalam hubungan kita.
Masih teringat jelas bagaimana caranya kita berpisah dan apa penyebab perpisahan kita.
Mungkin kamu bukan yang terbaik untukku, begitu juga aku. Dan mungkin juga, kamu bukan lah yang terakhir di hidupku.
Maaf, karena pelampiasanku terhadap sifat egoismu membuatku harus bermain api.
Karena pertama bukan juga harus jadi yang terakhir kan?

Minggu, 13 Desember 2015

Hujan

Hari ini, kamu datang kembali. Kembali menyapa tangisanku.
Sebagian orang mungkin kesal dengan kehadiranmu. Tapi tidak denganku yang sangat semangat melihat kehadiranmu.
Denganmu, aku bebas berekspresi. Denganmu, aku bisa menyembunyikan tetesan air ini.
Kamu bebas, bisa hadir sesuka hatimu. Ga peduli orang mau marah atau senang dengan adanya kamu.
Kapan aku bisa memainkan sesuka hatiku seperti kamu? Rasanya mustahil seorang aku bisa berlaku egois seperti kamu.
Janganlah usai kedatanganmu itu. Aku masih butuh kamu untukku mengeluarkan tetesan air ini.
Bukan karena malu orang melihatku seperti ini. Tapi, karena aku memang tak ingin terlihat.

Diam

Sudah sangat lama hati berkata ingin "mundur", tapi seolah hanya ucapan yang tak bisa dipraktekan sama sekali.
Sekarang, bukan hanya mulut ini yang berkata "mundur" dan juga bukan diri ini saja yang lelah.
Justru dengan banyaknya orang yang berkata "mundur" dan merasa lelah, hanya diri ini yang masih seperti ini. Serasa hanya diri ini yang ga bisa egois sama sekali.
Ga tau bisa mundur atau diam terus atau justru harus maju menggantikan yang lain.
Semakin banyak yang mengatakan "mundur", justru diri ini semakin kuat untuk tetap diam.
Diam dalam artian ga tau harus ikut pihak yang perlahan menghilang, atau pihak yang langsung menghilang tanpa permisi atau bahkan pihak yang tetap muncul.

Sabtu, 12 Desember 2015

Hujan Di Bulan Desember

Di keramaian ini, aku terduduk. Terdiam menatap keramaian sekitar.
Kanan dan kiri, bolak-balik memutar bola mata ini. Semua orang hilir mudik ke sana ke mari melihat gelapnya langit yang tiba-tiba datang.
Sementara aku? Masih terus terdiam, tak tau ingin maju atau mundur. Seolah kaki tak bisa bergerak karena menunggu sesuatu.
Ya, kamu yang aku tunggu, hujan.
Hujan di bulan akhir tahun. Tak pernah terlewat menunggu hujan di bulan ini.
Langit gelap pembawa hujan yang justru meneragi sisi gelapku.
Hujan di bulan manapun sebenarnya sama. Tapi terasa hujan di bulan ini sangat spesial dan ditunggu-tunggu olehku.
Di bawah hujan, aku bebas.
Bebas mengekspresikan diriku yang sedang kalbu tanpa ada yang tau bahwa sebenarnya ada tetesan air lagi selain air hujan yang jatuh.

Selasa, 01 Desember 2015

Desember

Bulan penghujung tahun pun tiba. Bulan di mana gue terlahir di dunia ini. Punya banyak teman, pelajaran, dan pengalaman. Mereka yang selalu ada buat gue. Jelas, mereka ingin yang terbaik buat gue. Mereka ingin agar gue selalu bahagia. Dan alhamdulillahnya, kemarin awal desember gue bisa ngebuktiin ke mereka kalau gue ga hanya sekedar ikut kegiatan yang pulang malam, nongkrong, ketawa-tawa, dan sebagainya. Gue bisa bawa 1 lembar kertas dan bawa nama baik sekolah di salah satu festival film yang gue ikuti di Bandung. So, mereka udah sangat bahagia banget lihat anaknya seperti ini. Akhirnya, gue bisa ngebuktiin ke mereka kalau kegiatan ini positif untuk gue. Tapi, gue mau ga sekedar sampai di sini usaha gue. Masih banyak yang belum mereka lihat dari gue. Sesungguhnya, ini bukan akhir tahun, tapi awal tahun di mana gue harus berjuang dapetin lembaran-lembaran kertas lagi. Tunggu pembuktian berikutnya ya ma... pa...

Kamis, 26 November 2015

Tentang Kita : Ga Mau Terlalu

Menunggu? Sebagian orang bosan dengan hal yang satu itu. Tapi, aku bisa apa? Seorang wanita yang baru mengenal cinta yang hanya bisa diam, menunggu dia peka dengan perasaan ini.
3 tahun kami berteman. Hubungan kami sangat dekat layaknya pacaran tapi tanpa status. Bahkan, orang tua kami sudah saling kenal satu sama lain, dan berharap lebih pada hubungan kami. Ya tapi, seolah lumpuh tak bisa berkata apa pun.
Aku pun lelah. Dan akhirnya ku paksakan untuk mengatakan semuanya tentang perasaan yang ku miliki padanya malam ini. Kami janjian di tempat makan langganan kami dekat rumahku. Sengaja aku datang 15 menit lebih awal dari jam yang telah ditentukan. Rizal, adalah namanya. Nama yang akhir-akhir ini selalu ada dalam doaku. Ku panggil dia dari balik kaca tempat aku duduk.
“Rizal...”, dia pun menoleh ke arahku dan menghampiriku.
“Sudah lama nunggunya?", tanyanya.
“Engga kok. Aku baru sampai”, jawabku.
Ku suruh dia memesan makan terlebih dahulu, karena tak mungkin kalau aku langsung berbicara ke arah itu. Dan di tengah kami makan, aku menghela nafas dan memanggilnya.
“Zal...”
“Vin, ada yang mau aku omongin”, ucapnya yang membuat ucapanku terpotong.
“Mau ngomong apa?”
“Aku suka sama kamu, Vin”, ucapannya sungguh membuatku terkejut sampai aku tersedak oleh makananku.
“Kamu ga bercanda, kan?”, tanyaku agar lebih yakin.
“Sebenernya udah lama aku suka sama kamu, Vin. Dan aku udah bisa baca alasan kamu ngajak aku ketemuan. Kamu pasti mau tanya hubungan kita itu sebenarnya apa? Iya kan?”. Aku benar-benar terkejut dengan ucapannya yang sudah mengetahui maksudku mengajaknya bertemu. Dan aku hanya bisa diam dan duduk dengan rasa malu.
“Tapi maaf sebelumnya, Vin. Aku memang suka sama kamu. Tapi aku ga mau kita punya hubungan apa pun itu. Aku ga mau punya komitmen dengan siapa pun sampai aku yang benar-benar siap mempunyai komitmen itu”.
“Ga mau punya komitmen? Lalu, ucapan suka kamu itu harus aku anggap sebagai angin aja?”, ucapku dengan nada sedikit tinggi.
“Ga gitu juga, Vin. Aku berharap kamu mau nunggu aku sampai aku siap mempunyai komitmen”.
“Tapi sampai kapan, Zal? Aku ga tau bisa kuat nunggu kamu atau engga”, jawabku dengan air mata yang sebentar lagi akan keluar.
“Aku selalu percaya jodoh ga akan ke mana, dan aku berharap jodoh aku adalah kamu. Ga masalah kamu mau berkelana cinta dulu dengan siapa, memulai dengan siapa. Yang penting, aku bisa jadi yang terakhir untuk kamu, Vin”.

Semenjak pertemuan malam itu, aku tak ingin lagi berharap apa pun itu darinya. Aku ga mau terlalu banyak berharap jauh. Aku takut bila aku berharap terlalu jauh, nantinya aku yang merasa terlalu sakit.

Jumat, 20 November 2015

Lihat Besok

Bersamamu kembali. Seakan tembok besar cina pun tak mampu menghalangi pertemuan kita.
Selalu ada cara agar kita bisa bertemu walau hanya sebentar.
Padahal, masing-masing dari kita masih terikat dengan suatu hubungan. Seperti tak ada rasa takut dengan karma yang sedang menunggu.
Mungkin pernah ku katakan bila aku akan sabar menunggu waktu itu datang. Tapi, nyatanya sama layaknya denganmu, aku tak mampu menahan datangnya waktu itu.
Kamu benar. Kita ikuti saja air yang mengalir.
Entah mengalir pada kebaikan atau malah kesakitan.
Intinya, kita sama-sama masih saling membutuhkan untuk kepuasan batin tersendiri.
Perkara nantinya benar-benar membutuhkan untuk seumur hidup, kita lihat besok...

Minggu, 15 November 2015

Jangan Lagi

Tulisan itu masih tersimpan rapih.
Meski kini warnanya telah pudar dan bentuk yang berbeda, tapi rasanya masih sama.
Serasa baru kemarin kita bercanda bersama dan menulis tulisan itu. Tapi ternyata sudah 1 tahun semuanya berlalu.
Perlahan kamu memang pergi. Tapi kini, perlahan juga kamu mulai menunjukkan keberadaanmu lagi.
Bila memang pergi, pergilah. Jangan setengah jalan kamu melangkah, kembali lagi ke belakang.
Karena aku juga demikian. Aku sudah jauh melangkah selama setahun, dan tak ingin kembali lagi.
Karena aku sadar. Mengharapkan kamu kembali sama saja menunda penyakit datang dan perjalananku selama setahun melupakanmu akan sia-sia.
Jangan lagi bertanya "lagi apa?" atau "belum tidur?". Karena aku tak seperti dulu lagi yang langsung hanyut dalam kata-katamu.

Kamis, 12 November 2015

Bukan dan Belum Sekarang

Sebuah pembuktian sedang menanti di sana.
Ku harap, bukan hanya sekedar menanti lalu pergi. Tapi, menanti dan menghampiri diri ini juga.
Sekarang? Bukan, dan belum saatnya untuk mengakhiri ini.
Justru ini awal di mana bangkitnya aku setelah kemarin.
Kita sama-sama menanti.
Aku menanti kamu, pembuktian. Dan kamu juga menantiku untuk dijemput.
Semoga kita bisa bertemu pada satu titik.
Dan kamu, akan aku bawa pulang agar semuanya bisa melihat keseriusan dan juga perjuangan ini.

Selasa, 10 November 2015

SemangART!

Semangart!!!
1 kata yang selalu diucapkan oleh mulut mereka dan 1 kata yang selalu buat kita tetap bangun meski kita terjatuh berkali-kali.
Bukan orang tua, dan juga bukan guru yang ada di sekolah. Hanya sekedar kakak yang membimbing kita di luar pelajaran akademik.
Namun, semangat mereka yang mengajar kami tak kalah besar seperti orang tua yang selalu ada untuk kita dan guru yang mengajar di sekolah.
Mereka tak pernah meminta imbalan apa pun kecuali kita menang di setiap lomba yang kita ikuti.
Dengan waktu mereka yang sangat padat, mereka selalu menyempatkan hadir di setiap sabtu untuk mengajar kita. Memang waktunya tak banyak, tapi ilmu dari merekalah yang banyak untuk kita.
Bagiku, kalian sama seperti pahlawan-pahlawan di luar sana, pahlawan tanpa tanda jasa, yang rela datang mengajar kami meski lelah dan kadang sebagian dari kami banyak yang ga datang atau susah dibilangin.
Terima kasih kakak, papah, visioner, guru, dan (rentenir)  yang sudah mau mengajar kita.
Selamat hari pahlawan, visioner...

Senin, 09 November 2015

"Membutuhkan"

Mungkin saat ini, kata "membutuhkan" terdengar lebih indah dari pada "kejelasan".
Aku senang, karena kamu membutuhkan aku.
Walau nyatanya, aku hanya sebagai pembantu hubunganmu baik lagi dengannya dengan aku yang berpura-pura sebagai pemilik hatimu yang baru.
Tapi, aku senang.
Setidaknya, lebih banyak waktu kita lewati karena kamu selalu membutuhkan aku, dari pada aku harus meminta kejelasan hubungan kita yang memang tak akan pernah bisa dijelaskan apa pun itu caranya.
Jikalau nanti, aku benar-benar dibutuhkan menjadi pemilik hatimu yang sebenarnya, di situlah hubungan kita bisa dijelaskan.
Dan di situlah kejujuran yang sebenarnya...

Percayalah

Malam ini, kamu datang kembali. 
Menawarkan kembali permainan yang dulu pernah kamu tawarkan. 
Apa tak ada wanita lain yang kamu tawarkan selain aku? Aku tak ingin memungkiri bahwa permainan yang kamu tawarkan sungguh menarik. 
Bila aku manusia yang tidak memiliki hati, aku pasti mengiyakan ajakan kamu bermain permainan ini. 
Tapi, kamu salah bila menawarkan permainan ini kembali kepadaku. 
Kejujuran sudah ku tumpahkan semuanya. Tak ingin lagi ada kebohongan. 
Hati merasa tak tenang selalu membohongi, dan juga diri ini, sakit terkena dampaknya. 
"Aku ga pernah melarang kamu untuk memiliki rasa itu. Dan jujur, hingga kini aku juga masih memiliki rasa itu. Tapi, biarlah rasa itu memendam di hati masing-masing dan tetap menjalani yang ada sekarang. Percayalah, bila jodoh tak ke mana".
Bukannya sombong menolak permainanmu.
Tapi, aku tak mau mencari karma yang sedang menunggu kesalahku.
Mencintaimu untuk saat ini, sama aja aku menunda sakit.
Bukan hanya hati ini yang terluka, tapi ada 2 hati lainnya yang akan terluka yang ada di sampng kita sekarang.
Ku harap kamu mengerti, dan mau menunggu sampai waktu benar-benar tepat. Percayalah, aku juga menunggu saat itu...

Rumah Kita

Rumah ini terasa sunyi bila hanya ada aku yang tinggal di sini.
Setiap manusia pasti membutuhkan manusia yang lain. Begitu juga aku yang membutuhkan kamu di sini untuk menemani kesendirianku ini. 
Aku lelah setiap hari harus terbangun dengan kesendirian. Hanya melihat taman bunga yang kita buat tanpa melihat pembuatnya ada di sini. Setiap hari, hanya rindu yang memelukku dan bayangmu yang menemani. 
Kapan kamu pulang? 
Nama aku masih ada di hatimu, kan? 
Munafiknya aku bila mengatakan aku baik-baik saja dengan jarak ini. Bila dulu selalu berfikir positif tentang kamu di sana, kini pikiran jelek pun muncul dengan sendirinya.
Apa harus setiap malam aku melihat langit dan selalu menyebut namamu? Berdoa semoga besok pagi kamu ada di depanku untuk menyapaku dengan senyummu. 
Dan apa harus hanya rindu yang datang dan memeluk hati ini?
Segeralah pulang. Rumah kita, menunggumu...

Sabtu, 07 November 2015

Mencoba

Mengajar merupakan tugas yang berat. Ga sembarang orang bisa berbicara di depan mengoceh hal yang belum orang mengerti. Itulah yang dirasakan oleh gue. Mungkin kemarin adalah karma karena telah acuh tak acuh kepada guru yang mengajar gue. Terlalu menganggap remeh pekerjaannya yang hanya mengoceh yang kita sudah tau dan selalu memberi tugas setiap hari. Akhirnya, kemarin gue mendapat pengalaman yang berharga bagaimana caranya mengajar dadakan tanpa ada persiapan apa pun dan juga tak begitu menguasai materinya. Layaknya presentasi tugas di depan guru, namun ini lebih berdegup kencang. Karena dengan merekalah gue dinilai. Dinilai sikap gue ngajar, menjelaskan, berkomunikasi, dan lain-lain. Memang pantas seorang guru dikatakan "pahlawan tanpa tanda jasa". Mereka memberikan ilmu yang begitu berharga, namun tak pernah meminta imbalan apa pun kecuali hanya melihat muridnya sukses. Guru merupakan orang tua kedua kita yang ada di sekolah. Ga cukup hanya memiliki 1 orang tua yang ada di rumah. Sama halnya kita ga cukup mendapat 1 ilmu. Pasti di luar sana kita berkomunikasi dengan orang ga cukup membahas 1 topik kan? Itulah sebabnya kita disekolahkan oleh orang tua kita agar mendapat ilmu dari seorang pahlawan, yaitu guru. Dan jangan sesekali menyepelekan guru yang mengajar kita di depan kelas. Karena tanpa mereka, kita ga akan bisa sampai sekarang mendapat ilmu yang begitu banyak. Gue akan coba untuk ga menyepelekan guru lagi yang ngajar gue. Walau berat, tapi gue coba dan semoga bisa ga hanya ucapan aja..😄

Jadi Ketagihan

Pengalaman berharga sekali untuk hari ini. Pertama kalinya mengajar anak orang tanpa ada persiapan apa pun dan juga tak begitu menguasai materinya. Datang terlambat ke ekskul tercinta tiba-tiba disuruh mengajar di kelas naskah tentang "tanda baca". Shock? Sangat pasti. Ya untungnya membawa buku yang pernah diajarkan pembimbing gue. Semua gue bahas. Sampai ketika ada adik kelas yang bertanya, dan gue gugup menjawab. Seketika gue lupa apa yang mau diomongin. Sebenarnya sering mengajar adik sepupu. Tapi, itu beda rasanya. Jujur, melihat keceriaan anak-anak tadi saat gue ajar, semangat gue balik lagi. Seketika gue lupa sama lelah yang gue rasakan.
Dan juga tadi bertemu dengan teman tk, sd, dan smp, namanya Adrean, tapi gue lebih suka manggil dia dengan sebutan "Gian". Karena dari tk, sd, dan smp setiap main pasti manggilnya "Gian". Kita jarang berkomunikasi, tiba-tiba dia datang ke sekolah gue ga bilang apa-apa untuk mengajarkan proker majalah ekskul gue tentang layoutnya. Today it's so amazing and I'm verry happy. Jadi ketagihan wkwkwk😂

Jumat, 06 November 2015

Jujur...

Sebelum mengenal lo, banyak lelaki yang gue kenal. Tapi, yang gue heran cuma lo yang bisa membuat gue benar-benar jatuh dan masih merasa memiliki lo. Padahal kita ga pernah ada ikatan apa pun. Tapi, gue merasa memilikimu.

Jujur, hanya lo laki-laki yang sampai detik ini masih terus gue ingat. Padahal bila dihitung, kenangan kita ga terlalu banyak tapi sulit untuk dilupakan. Dan lo, laki-laki yang dapat membuat mood gue berubah seketika bila ingat lo.

Ada bagusnya memang sampai detik ini masih mengingat lo. Karena itu membantu tugas galau gue sebagai anak naskah. Ga tau kenapa bila ingat lo semuanya tumpah gitu aja. Pengen nangis, ketawa, yaa kayak orang gila ga jelas. Semua tulisan galau yang gue buat rata-rata buat lo. Cewek mana sih yang terima digituin? Apa lagi mainnya sama temen sendiri dan temen gue itu juga gatel. Dan sampai sekarang, temen gue masih baper sama cowok yang buat galau terus. Ya tapi bodo amat. Yang penting bukan gue. Ya jujur sih gue juga masih baper. Tapi kebaperan itu gue manfaatin buat nulis. Jadi, sedih ini gue tumpahin ke blog gue.

Terima kasih banget lo buat gue kayak gini. Jujur, biar pun kita ga komunikasi lagi tapi lo tetap membantu gue ngeblog. Ya walau lo mungkin ga tau dan ga merasa...

Jalan Alternatif

Ini adalah tempat yang pernah kamu singgahi sesaat.
Sampai detik ini setelah kamu memutuskan untuk kembali ke pemilik hati awal, posisi kamu belum tergantikan. Masih ada ruang khusus untukmu. Bahkan, melodi yang berbisik pun belum berubah.
Semuanya masih sama dan akan selalu sama sampai aku benar-benar menemukan penggantimu.

Aku tak pernah mau mengingat perpisahan ini. Tapi seolah aku tak boleh menyia-nyiakan anugerah Tuhan untuk tak mengingat itu lagi.
Masih ingat dengan jelas apa alasan kamu mengakhiri ini semua dan bagaimana cara perpisahan ini terjadi.

Terlalu poloskah aku sampai saat ini masih menganggap kamu adalah milikku?
Aku akan sangat menjadi wanita munafik bila mengatakan aku ikhlas melihat kamu kembali padanya.
Aku masih berharap kamu akan memutar balik ke jalan alternatifmu itu dan mengatakan kalau kamu menyesal telah kembali ke jalan utama yang telah membuat luka.
Aku akan selalu berandai dalam doaku. Semoga aku tak hanya sebagai jalan alternatifmu lagi, tapi bisa menjadi jalan utama untuk menuju kebahagiaanmu...

Di Ujung Senja

Saat yang dinanti pun tiba.
Sebuah perpisahan yang tak tau harus ditangisi atau justru bahagia karena telah terbebas.
Dan saat di mana, aku harus mengikhlaskan untuk melupakan semua hari yang ku lalui dengannya. Bukan benar-benar harus dilupakan, tapi agar tak terlalu sakit bila mengingat.

Mengapa setiap pertemuan selalu ada perpisahan? Seolah kedua kata itu tak pernah bisa berpisah.
Dan mengapa takdir tak pernah mau mengalah? Seolah hanya aku yang berjalan lurus ke depan, sedangkan dia diam tanpa menarik tangan ini.
Apa Kau sengaja membiarkan kaki ini berjalan ke depan dengan hati yang baru tertinggal?

Ya mungkin memang aku yang harus mengalah oleh takdir. Karena sampai kapan pun, aku tak akan pernah bisa mengelak dari takdir.
Setidaknya takdir pernah mempertemukan kita dan membiarkanku menikmati senyumanmu itu di hari-hariku...

Kamis, 05 November 2015

Terima Kasih Lalu

Lalu...
Kamu adalah laluku.
Dan akan selamanya menjadi lalu yang hingga detik ini masih ku kenang.
Sejauh apa pun kakimu melangkah, percayalah bayanganmu masih ada di sini.
Belum ada yang menggantikan laluku ini.
Hati belum bisa mencari yang lain, sebab hatiku masih di dalam luka yang lalu.
Sempurna itukah kamu di mata ini sampai kini aku masih memikirkan yang lalu?
Kamu lebih pintar dari pemeran utama yang ada di layar film.
Lebih pandai memainkan perasaan sampai aku belum juga bisa melupakan kenangan lalu kita.
Seolah takdir tak bersahabat dengan keadaan sekarang yang terus membiarkan aku mengingat yang lalu.
Terima kasih sudah menjadi laluku yang begitu indah.
Dan aku sangat senang bisa ada di dalam lalumu juga, meski aku tidak tau apa sekarang kamu juga memikirkan aku di sini...

Senin, 02 November 2015

Kamu, Luka yang Ku Suka

Tak pernah sedikit pun aku ingin munafik tentangmu dari hati ini.
Jujur saja, sampai detik ini setelah perpisahan itu terjadi, masih teringat semua tentang kita di benak ini. Tak sedikit pun terlintas untuk melupakannya.

Banyak lelaki di luar sana yang menjual cintanya dengan cuma-cuma untukku. Tapi, namamu hingga saat ini belum juga tergantikan. Masih memiliki tempat khusus di hati ini.

Walau kamu pembuat luka di hati ini, tapi kamu adalah luka yang paling aku suka. Entah aku bodoh yang buta dengan semua ini atau terlalu pintar menyembunyikan kesalahanmu dari mata ini. Kamu masih terlihat sangat sempurna di mata ini, seperti pertemuan kita di awal dulu.
Semua masih sama. Aku masih merasa memilikimu.

Tak hentinya aku memohon kepada Tuhan agar kita bisa seperti dulu lagi. Saling memiliki satu sama lain. Tak hanya aku yang merasa memliki...

Malam ini kita bertemu lagi.
Menumpahkan semua yang ada.
Semuanya mengalir begitu saja.
Kamu pacar sekaligus teman yang baik untukku..
Aku sangat bersyukur karena kamu yang dulu telah kembali.
Mau menjadi pendengar setia untukku lagi dan aku pun berlaku sebaliknya.
Saling jujur satu sama lain, tak ada yang dirahasiakan lagi.
Aku dan kamu berhasil melewati fase bosan dalam hubungan ini.
Hubungan kita semakin membaik. Dan semoga akan terus selamanya seperti ini.

DT 29...

Minggu, 01 November 2015

Masih Terasa Di Sini

Ini tempat yang pernah kita singgahi bersama. Hanya untuk sekedar duduk manis, bercanda gurau, dan mendengar alunan melodi yang sering kita nyanyikan bersama.
Berjanji kalau ke depan akan selalu sama seperti ini. Bahagia bersama hingga maut yang memisahkan.

Tapi nyatanya, sebelum maut memisahkan kita sudah berpisah.
Kini, hanya dapat menelan janji dengan pahitnya kenangan indah.

Tak ada lagi sentuhan tangan yang terasa oleh diri ini,
Tak ada lagi senyum yang dapat di lihat oleh mata ini,
Dan tak ada lagi suara indah menyapa terdengar oleh telinga ini.

Kamu memang sudah pergi. Tapi sesungguhnya, bayanganmu masih ku rasakan ada di sini, memeluk diri ini dan terus berputar dalam ingatan ini.
Andai saat itu hari tak pernah terganti, mungkin kamu masih di sini. Memelukku dan membiarkan diri ini tetap tersenyum.

Aku tak mau munafik. Walau sudah lama berpisah, tempat ini masih sering ku kunjungi. Langkah demi langkah ku hayati seiring perjalanan cinta kita dulu. Sudut demi sudut masih ku ingat bagaimana cara kita berjalan dulu ke tempat ini.

Dan sekarang aku coba mengikhlaskan semuanya. Mungkin memang hanya pertemanan yang diberi Tuhan untuk kita. Bisa bersama tetapi tak bisa saling memiliki.
Tapi aku senang pernah bisa bahagia bersamamu...

Sabtu, 31 Oktober 2015

Tak Ada Salahnya Berharap Kan?

Mengapa setelah pertemuan harus ada perpisahan?
Tak bisakah kita selalu bersama?
Dan mengapa aku baru terjatuh sekarang?
Apa ini memang rencana-Mu yang baru membiarkan aku terjatuh?
Tapi mengapa? Mengapa baru sekarang?
Di saat tinggal menghitung hari, Kau membiarkan ku untuk menanamkan luka yang takut kehilangan ini.
Aku tak tau rencana apa lagi yang Kau buat untukku.
Tapi, aku berharap agar suatu saat nanti dia yang menjadi imamku.
Tak peduli kapan itu terjadinya,
Yang penting aku berharap dia menjadi yang terakhir di hidupku.
Boleh kan diri ini berharap demikian?
Dan kalaupun bukan dia, tak apa.
Tapi, ku mohon jangan mendekatkan kami ataupun mempertemukannya lagi.
Agar aku tak jatuh lagi..

Jumat, 30 Oktober 2015

Terima Kasih Banyak

Aku senang kamu datang malam ini...
Mendengarkan semua keadaanku saat ini.
Aku hampir lupa bahwa aku masih mempunyai kamu di sini.
Mungkin karena kesibukkanku yang tak kunjung usai sampai aku harus memendam kekecewaan ini sendiri.

Aku sangat menyesal telah mengkhianati ketulusanmu.
Maaf sudah pernah lengah dalam menjaga hati ini.
Aku belajar berjanji tak akan mengulangi perbuatan bodohku.

Terima kasih sudah singgah di sini.
Terima kasih sudah mau menjadi pendengar yang baik malam ini.
Terima kasih kamu telah berubah menjadi kamu yang dulu lagi saat pertama kali kita kenal.
Terima kasih masih menyediakan bahu untuk sandaran hati.
Dan terima kasih atas waktunya malam ini.
Semoga esok keadaan kita jauh lebih baik daripada malam ini.

DT 29...

Kamis, 29 Oktober 2015

Ada yang Hilang?

Ada yang hilang dari diri ini?
Ya kecerianku terenggut oleh rasa kecewa yang begitu dalam.
Dia membawaku terbang dengan segudang perkataannya yang merayu dan dewasa, lalu menjatuhkan dengan damai. Dan kini, tak tau bagaimana caranya untuk bangkit dari lubang kehancuran yang ku buat sendiri.

Kenapa kamu harus hadir dengan omong kosongmu itu? Omong kosong yang sangat manis tetapi selalu ingkar. Dan bodohnya lagi, aku selalu percaya tanpa pikir panjang ucapanmu itu.

Bila mengenalmu hanya untuk sakit, untuk apa Tuhan mempertemukan kita?
Sekejam itukah Tuhan mempermainkan semua ini?
Atau justru, aku yang kejam karena terlalu percaya denganmu?
Rasanya seperti hidup di sekitar mawar berduri. Indah seperti mawar, namun sakit terkena duri.
Aku hanya manusia bodoh yang mudah terhasut dengan perkataanmu. Dan karena kamu, aku mulai kehilangan pribadiku yang ceria. Bahkan kini, aku tak mampu lagi percaya kepada orang lain.

Kamu hebat! Mampu merusak hati yang sudah rapih. Terima kasih pernah ada di ruang hampa ini. Pergilah, dan jangan kembali lagi bila mendatangkan sakit.
Bila mendatangkan kebahagiaan dikemudian nanti, tenang saja! Aku akan coba membuka hati untukmu lagi...

Kecewa...
1 kata yang sering terucap oleh mulut ini untuk akhir-akhir ini.
1 kata yang sering menyelimuti diri ini dari dinginnya keadaan ini.

Kekecewaan itu datang lagi!
Seperti hidup tapi mati, bisa melakukan segudang aktivitas tapi mulut bungkam 1000 bahasa. Diri ini menjadi sangat lemah semenjak tau sifat aslinya yang memiliki segudang perkataan yang sangat dewasa.

Ya lagi-lagi diri ini salah menilai orang. Orang yang dianggap sangat dewasa dan mampu merangkai kata-kata, nyatanya adalah boomerang untuk diri sendiri. Sangat lelah berkali-kali salah menilai orang. Tak tau lagi harus kepada siapa menggantungkan kepercayaan ini.

Benar-benar lelah dengan semua keadaan ini. Mulai bosan dengan kekecewaan ini. Berkali-kali kata "kecewa" terucap dari mulut ini.
Di mana pribadi ceria yang dulu? Aku mulai tak mampu mengenali diriku saat ini. Seperti kehilangan jati diri. Bahkan, topeng pun tak sanggup menutupi kekecewaan diri ini, tak lagi pandai memainkan topeng yang ku kenakan.

Andai saat itu bisa terulang, mungkin diri ini tak akan tau bagaimana sifatnya dan semuanya akan terasa baik-baik saja. Tapi ini takdir yang mengantarkanku pada kekecewaan dan kejujuran...
Semoga esok tak akan salah menilai orang lagi...

Sabtu, 24 Oktober 2015

Tak Mau Lagi!

Ada tawa di balik tangis..
Ada senyum di balik kecewa..
Ada tenang di balik gelisah..
Dan ada kata "berjanji" di balik kata "ingkar"...

Pengucapan kata "janji" hanya omong kosong belaka. Tak sungguh-sungguh dalam pengucapan kata "tenang aja". Selalu menutupi kekecewaan dengan goresan senyum dan tawa. Tak tau lagi harus menumpahkan kepada siapa lagi tentang perasaan. Sudah berfikir bahwa semua orang tak ada lagi yang bisa dipercaya. Bahkan sahabat yang benar-benar sahabat pun, sulit untuk dipercaya ucapannya. Seperti orang bego yang bolak-balik mencari kejujuran ke sana-sini. Mencari kejujuran adalah bagai mencari jarum ditumpukan jerami. Sangat sulit...

Dan akibat kata "janji" dan tenang aja", ada beberapa orang yang harus terkena dampaknya. Hanya bisa diam dan tersenyum untuk mereka walau sulit sekali untuk membuat diri ini menggambarkan kebahagiaan. Tapi, harus tetap mencoba untuk tersenyum. Karena saat ini, mereka sangat membutuhkan senyuman ini, membutuhkan tawa dari diri ini.

Tak mau lagi percaya kepada kata "janji" dan "tenang aja". Dari 2 kata ini, diri ini mendapat pelajaran berharga bahwa menilai seseorang tak hanya bisa sekedar tatapan dan waktu yang sebentar. Maksudnya adalah tak sembarang mengucapkan sesuatu kepada orang yang baru dikenal ataupun sudah kenal dekat...

Jumat, 23 Oktober 2015

Sendiri Dalam Sunyi

"Maaf"...
1 kata yang buat orang sangat turun derajatnya saat mengucapkan kata itu dan 1 kata yang bisa buat orang mati gaya.

"Maaf"...
Kata yang sangat mahal. Tak bisa ditawar atau pun dijual dengan harga murah. Bahkan, harga sebongkah berlian pun tak akan sanggup untuk menyaingi mahalnya kata ini.

Bila hati sudah sangat tersakiti, kata "memaafkan" adalah kata yang paling sulit untuk terucap.

Akhir-akhir ini kata itu sering terucap dari bibir ini. Dan hanya satu yang ingin didengar dari telinga ini, yaitu kata "memaafkan". Tapi, rasanya mustahil untuk mendengar kata itu lagi. Mereka sudah mati dengan kata "memaafkan". Mereka tak percaya lagi bisa mengeluarkan kata "memaafkan" untuk diri ini.

Mungkin sebentar lagi adalah saatnya perjuangan yang selama ini diraih, semangat yang tiada hentinya, dan jobdesc yang banyak akan ditinggalkan. Bukan hanya sementara, tapi selamanya. Hanya demi mendengar kata "memaafkan" lagi.

Rabu, 21 Oktober 2015

Tunggu Buktiku...

Manusia tanpa kesalahan sedikit pun adalah manusia yang sempurna. Tapi, sayangnya kesempurnaan hanya milik Tuhan. Seseorang yang terlihat sangat baik pun bahkan memiliki segudang kesalahan. Lagi-lagi aku melakukan kesalahan. Namun, kesalahan yang kali ini amat fatal. Mengecewakan kedua orang yang sangat aku sayangi, dan juga diri sendiri ikut ku kecewakan. Kesalahanku ini di awali dengan kebiasaanku yang sering pulang malam.Mungkin, sekarang malam adalah duniaku. Tapi, kedua orang tuaku tak menyukai duniaku yang sekarang. Sudah berpuluh-puluh kali mereka menyatakan ketidaksukaan mereka dengan duniaku yang sekarang. Tetapi, aku menghiraukan pernyataan mereka. Sampai akhirnya, aktivitasku terkena dampaknya. "Tinggalin aktivitas kamu!!!". Itulah ucapan yang sering mereka lontarkan padaku akhir-akhir ini. Tapi jujur, aku sendiri belum sanggup untuk meninggalkan aktivitas ini. Banyak teman dan pengalaman yang aku dapatkan di sini. Semua akan terasa sia-sia bila ku lepaskan hanya karena ketidaksukaan orang tuaku dengan aktivitasku ini. Mereka tak pernah tau betapa lelahnya memperjuangkan semuanya selama ini. Dan mereka tak pernah ingin melihat prosesnya, bahkan tidak peduli sama sekali. Yang mereka inginkan adalah hasil. Sementara aku, memang belum dapat membuktikan yang mereka inginkan. Aku bingung harus apa. Sekarang aku sedang digantung oleh lomba yang aku ikuti. Aku berharap menang, agar aku dapat membuktikan kalau aku tak salah mengambil aktivitas ini. Dan membuat mereka suka dengan duniaku sekarang.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tak Semudah Pengucapannya

Hari ini mendapat pelajaran yang berharga betapa pentingnya arti kata "janji". Janji, menurutku kata ini adalah kata yang mudah diucapkan oleh banyak lelaki dalam mengobral cintanya pada setiap pasangannya. Dan saat si lelaki tak mampu menepati janjinya, si wanita akan marah dan otomatis si lelaki akan mengucapkan kata "janji" yang baru pada pasangannya. 

Tapi, ini berbeda kasus denganku. Bukan karena seorang lelaki yang berjanji padaku, tapi justru sebaliknya. Aku dan seorang temanku yang dengan mudah mengucapkan kata itu. Memang salah kita yang terlalu mudah mengucapkan kata itu. Tak berniat ingkar sebenarnya. Tapi, aku dan temanku memang real lupa dengan janji tersebut. Dan sampai membawaku pada kata "baper" yang mengakibatkan mood ku berubah 180 derajat malam ini. Masalahnya sangat sepele sebenarnya. Hanya karena kelupaan kita menepati janji pada seseorang dan seseorang itu bukannya mengingatkan kita, tapi justru dia menyerang kita dengan sindirannya di pm (personal message). Sebenarnya aku tidak membaca pm-nya apa, tapi temanku yang membacanya. Seharusnya dia mengingatkanku bukan malah menyindir lewat sosial media seperti itu. Kesal? Marah? Itu sudah pasti. Tapi, lagi dan lagi aku harus berusaha menggunakan topeng ini sebaik mungkin agar semua orang tau kalau masalahnya sudah beres dan menganggap kalau semuanya baik-baik saja seperti tidak terjadi sesuatu. Profesionalitas dalam bekerja atau pun berorganisasi harus sangat menggunakan topeng bermuka senyum dan ceria. Lelah sebenarnya harus terus menggunakan topeng ini. Topeng ini menutupi jati diriku yang sebenarnya. Dan aku yang sebenarnya bukan lah aku yang selalu ceria di depan mereka semua, melainkan pribadi yang pemalu dan tak sebegitu ceria saat di depan mereka.

Dan dari ini semua aku menyimpulkan bahwa mengucapkan kata "janji" tak semudah pengucapannya. Banyak praktek yang harus dilakukan saat menyebutkan kata itu. Dan kini, aku tak ingin hal ini terulang kembali. Mengobral janji dengan mudahnya dari mulut ini.



Kamis, 15 Oktober 2015

Setiap bertemu dengan temanku ini, aku semakin tau seluk beluk orang itu. Sebenarnya berusaha untuk tidak termakan omongannya, tapi sangat sulit untuk termindset seperti itu. Karena memang sudah banyak buktinya, banyak cadangannya di mana-mana. Bagai nelayan yang sedang menebar makanan ikan, siapa yang mengambil makanan itu duluan dia yang dikejar. Terlebih lagi, hari ini ada satu temanku lainnya yang lebih meyakinkanku tentang dia. Rasanya bila ingat dulu saat terjebak buayaiannya, aku merasa menjadi wanita bodoh yang sangat mudah termakan omongannya. Tapi, ini yang namanya suratan takdir. Semua memang sudah jalannya. Tuhan lah yang menjadi sutradara setiap jalan ceritanya manusia. Kita tidak bisa mengelak arahan dari sang sutradara dan juga tidak bisa menolak bila ada adegan yang tidak kita inginkan. Kita hanya bisa menjalankan seikhlas mungkin dan harus tetap tersenyum. Tapi, ada sisi baiknya aku pernah mengenalnya. Yaitu, bisa mendapatkan lelaki yang benar-benar menyayangiku. Ya aku tak ingin munafik saat bertemu dengannya masih ada rasa sedikit. Tapi, setalah hari ini aku berusaha untuk tidak mengingatnya lagi dan menjalani kehidupan yang ada di depan mata. Tak ingin lagi menoleh ke belakang melihatnya ataupun mengingatnya. Ada lelaki yang lebih pantas sedang menungguku di depan sana...

Sabtu, 10 Oktober 2015

Biar Waktu Yang Menentukan

Lelah... 1 kata yang sering terucap oleh orang lain, dan 1 kata yang mematikan kreatifitas seseorang. Mengapa ku katakan demikian? Karena dengan adanya kata itu, seseorang bisa lupa sama apa yang ingin diraihnya dan merasakan lumpuh pikirannya, bahkan seketika ingin mati.Terlalu sibuk melakukan aktivitas sampai membuat orang lupa dengan dirinya sendiri atau bahkan lupa sama dunianya yang lain. Wajar seseorang merasa lelah. Karena bila seseorang merasa lelah, berarti sedang ada yang dia perjuangkan. Sebaliknya, bila seseorang tidak merasa lelah, berarti hidupnya hanya sekedar bersandiwara.

Jujur, akhir-akhir ini kata itu sering terucap oleh mulutku ini. Seperti hobi saja mengucapkan kata itu. Tak terhitung berapa kali aku mengatakannya. Dan baru sekarang aku merasa sudah mulai jenuh dengan segala aktivitas ini. Aktivitas yang memiliki segudang macam deadline sana-sini membuatku hampir lupa dengan kehidupanku yang lain, seperti sahabat, pacar, dan orang tua. Mulai benar-benar lelah dengan kata-kata orang "Lo udah terlalu sibuk!! Kebanyakan ngurusin aktivtas itu-itu aja. Sering ingkar janji". Ucapan mereka memang benar. Aku pun merasakan demikian. Bahkan, dengan aktivitas ini aku mulai tak bisa jaga hati dengan sikap pacarku yang juga mulai jenuh dengan aktivitasku. Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan aktivitasku ini. Karena aktivitas ini memang tak salah. Aku lah yang salah karena tak pintar membagi waktu antara aktivias, sahabat, dan pacar. Bahkan, dengan orang tua saja terkadang aku susah membagi waktu.

Sebenarnya, kata "lelah" ini tak pernah ingin ku ucap sama sekali. Hanya ingin mengucap dalam hati dan tersirat lewat senyuman seperti biasanya. Tapi, semenjak aku salah menilai temanku yang ku kira tak pernah iri denganku, kata ini pun sering terucap. Aku lelah dan bahkan hampir bosan melihat keirian mereka kepadaku. Mereka tak tau, bahwa ada aku yang jauh lebih iri dari pada mereka. Dan terlebih lagi, puncak kesabaranku habis saat tau sifat mereka yang jauh sebenarnya bagaimana. Seketika rasanya aku ingin benar-benar melepas semuanya. Tak peduli lagi dengan jobdesc ku di aktivitas ini. Tapi, itu hanya gambaran jelekku yang memang benar-benar lelah. Pikiran ingin melepas semuanya hanya lewat saja. Karena aku berfikir, semuanya akan sia-sia perjuanganku dari awal sampai sekarang bisa seperti ini hanya karena sifat mereka yang seperti itu padaku. Aku tak boleh kalah dengan sifat mereka. Justru dengan adanya sifat iri mereka padaku menandakan kalau aku sudah selangkah lebih maju dari mereka. Sempat aku kabur sehari dengan teman-temanku yang lain, dan berhasil. Saat itu rasanya semuanya lepas. Aku merasa bebas dari aktivitasku. Dan itu sebenarnya caraku untuk lari kelelahanku ini agar aku bisa mencerahkan kembali pikiranku yang ingin melepas semuanya. Dan aku sadar, seberapa pun rasa lelahku, aku tidak bisa pergi dari aktivitas yang sudah membawaku kepada prestasi dan segudang pengalaman. Mungkin akan ada saatnya aku pergi dan melepas semuanya. Tapi bukan sekarang. Nanti. Biar waktu yang berkata.



Jumat, 09 Oktober 2015

Terima Kasih

Mimpi...
Bagiku mimpiku telah berakhir..
Tapi, setelah datangnya kamu,
Mimpiku seolah hadir kembali...
Kamu membantuku membangun mimpi itu kembali,
Mengembalikan harapan-harapan yang telah pupus menjadi nyata,
Membuat sisa-sisa hidup ini jauh lebih berharga kembali
Terima kasih kamu telah datang di saat yang tepat..
Membuat aku benar-benar menjadi wanita yang terhormat,
Membuatku merasakan rasanya dicintai dengan sungguh-sungguh..
Maaf, waktu kita bersama hanya sedikit
Hitungan hari pun rasanya sangat mustahil..
Biarkan aku pergi dengan tenang
Lepaskanlah kepergian ku ini
Semoga kepergian ini membawa kedamaian untukmu, bukan kesengsaraan di hatimu
Aku tunggu kamu di sini, di sampingku, surga kedamaian kita...

Selasa, 06 Oktober 2015

Pena...

Banyak orang yang mengenal diriku hanya sebatas wajah dan nama, namun tak mengenal dalamnya aku. Mereka berbicara mengenai hidupku tanpa tau kebenarannya hidupku ini seperti apa. Kebanyakan dari mereka hanya tau aku selalu bahagia, ceria, dan tak pernah merasakan sedih sedikit pun. Wajar kalau mereka beranggapan demikian. Karena memang aku tak pernah menampakkan wajah sedihku di depan mereka. Buat apa aku tampakkan? Agar mereka simpati padaku? Bukan itu yang aku inginkan. Tak pernah sedikit pun aku ingin dikasihani. Aku bukan tipe orang yang selalu mengumbar kehidupanku sedang bahagia ataupun sedih. Dan aku membiarkan mereka tetap berfikir kalau aku selalu bahagia, ceria, dan tak pernah sedih sedikit pun.

Pribadiku ini berbeda dengan pribadi yang lain. Akan selalu ada perbedaan yang mampu membuktikan kalau aku lebih dari yang lain. Bukan bermaksud sombong. Tapi bila ingin dipuja, memang harus memiliki sifat itu. Seseorang pernah mengatakan padaku, "Sombong itu wajar. Justru kalo lo ga sombong, lo ga akan dikenal. Tapi jangan terlalu sombong". Aku pun tak ingin memungkiri bahwa setiap manusia pernah memiliki sifat sombong. Bahkan, seorang manusia yang memiliki iman kuat pun pernah mempunyai sifat sombong.

Pena... Dengan pena, aku bercerita. Dengan pena pula, aku melukis. Bercerita tentang peristiwa yang aku alami, kemudian melukiskan peristiwa itu dengan warna-warni tinta indahnya hidup. Setiap manusia pasti membutuhkan pena untuk menulis apa pun itu yang ingin ditulis. Hebatnya pena dapat membuatku bisa berkata-kata mengartikan sesuatu dengan panjang tanpa harus ku ucap dari mulut ini. Namun terkadang, aku seolah dibuat mati oleh pena karena tak mampu berkata di depan orang. Hanya mampu merekam peristiwa dan menguraikan oleh kata.

Aku terlalu buta dengan dunia luar. Terlalu asik dan sibuk sendiri oleh pena yang kupunya. Pena membuatku jauh lebih hidup. Jauh lebih menghargai hidup. Dengan pena, aku sadar. Bahwa hidup tak selamanya indah. Banyak kendala saat kita ingin nenulis. Begitu juga hidup, selalu banyak kendala saat kita ingin sukses. Hujatan, cacian, itulah yang aku dapatkan. Tapi, aku sadar kalau aku harus bangkit dan jangan mendengarkan mulut orang lain berbicara. Terus lah menulis dengan pena setulus hati. Setulus hati juga aku nenjalani hidup ini.

Minggu, 04 Oktober 2015

#misikondanganumi

Lagi-lagi, gue dapat pengalaman berharga dari ekskul tercinta. 4 manusia berjenis kelamin wanita dengan tampang polos melakukan perjalanan ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Yup gue, Miney, April dan Amadea. Kita ke sana dalam rangka kondangan pernikahan kakaknya Umi. Sebelum jalan, ada satu kata yang bikin gue terngiang terus. "MASKER!". Yup, itu adalah ucapan dari pembimbing ekskul gue, Rijal. Satu kata itu sangat bermakna buat gue dan April, karena kita pernah menyepelekan hal itu dan terkena akibatnya. Di dalam angkot, kita bercanda gurau membahas yang ga penting sebenarnya, tapi bikin tertawa. Dan kebetulan jalanan sedang macet, ya biasa lah ada bapak-bapak yang ga sabaran gitu bikin rusuh seangkot. Angkot yang kita naiki benar-benar terbaik nyalipnya. Jam 12-an kita berangkat dari sekolah dan baru sampai terminal jam 2 kurang. Bayangkan seperti apa macetnya dan bosannya kami di dalam angkot? Argh...

Setibanya di terminal Bekasi, kita langsung naik ke busnya. Dan pakai acara ngetem. Baru jalan sekitar jam 3. April lah yang paling cepat dan  lelap tidurnya dan Amadea, gue ga terlalu memperhatikan Amadea. Sedangkan gue dan Miney, bercanda gurau sepanjang jalan. Bahasannya sama sebebarnya, ga penting tapi lucu. Menceritakan tentang masa kecil, dance covernya Miney, tempat pkl masing-masing, dan masih banyak yang lain. Di jalan, gue dan Miney melihat bangunan yang belum jadi. Kita membayangkan kalau membuat film action di tempat itu pasti seru. Gue dan Miney belum mau tidur kalau belum bayar ongkos busnya, karena kita ga mau kalau tidur kita keganggu. Akhirnya, si kenek minta ongkos, dan kita pun membayar busnya lalu pergi tidur. Amadea pun juga pergi tidur. Sementara April, dia terbangun karena dimintain ongkos bus dan tidak bisa tidur lagi. Wkwkwk.

Sesampainya di terminal, kita  berempat turun dan langsung naik angkot lagi. Entah kenapa kita berempat bisa sama-sama mual perutnya. Dan cuma gue yang nyawanya belum terkumpul, tapi dipaksa melek. Alhasil, saat mereka menyebutkan kata "solar", yang terdengar di telinga gue adalah "sholat". Mereka pun mentertawakan gue karena masih mengantuk. Saat ingin turun, kita sempat ragu dan takut salah. April dan Miney sibuk melihat denah dari undangan, dan gue masih mengantuk. Kita pun turun dan untungnya kita ga salah turun. Di sana sudah ada Sultan, Mas Deas, Mas Gar, dan Mas Dimas. Ya biasalah kalau sudah ada Mas Deas dan Mas Gar, ga lain dan ga bukan ada "Eve Picture", alias lagi ngejob. Wkwk. Mereka menjadi tukang foto di acara pernikahan kakaknya Umi. Dan anehnya lagi, kita bertemu dengan penumpang yang ada di bus di tempat pernikahan kakaknya Umi. April, Miney, dan Amadea lah yang menyadari hal itu. Sementara gue ga sadar karena ga terlalu memperhatikan keadaan sekitar. Dan itu membuktikan kalau dunia itu memang sempit.

Di sana Mas Gar menanyakan Amadea tentang clapper dan macam-macam genre di Indonesia. Enaknya ekskul gue, kalau kita main atau jalan-jalan ada aja ilmu yang kita dapat. Jadi, kita jalan-jalan sambil belajar, walau ga banyak yang dibahas. Kita pun pulang jam 7an naik kereta. Kita ga mau naik bus karena pertama, takut mual lagi, dan kedua kita cewek berempat takut ada apa-apa.

Tibalah kita di stasiun Kota. Ya karena kita agak sedikit bandel dan masih mau jalan-jalan, kita mampir dulu di pelataran Museum Fatahila, Kota Tua. Di sana ramai sekali. Ya namanya juga malam minggu, masa mau sepi kayak kuburan? Kita cuma duduk dan foto-foto. Seharusnya, kita ajak rombongan Eve Picture untuk memfoto kita. Tapi itu tidak mungkin, karena mereka masih kerja di tempatnya Umi. Dan di Kotu ada 2 anjing yang ga tau sedang melakukan apa (kayaknya sih menjurus ke seks), tapi gue dan Miney sok-sokan mendubbing kedua anjing tersebut. Dubbingannya itu ga banget lah. Geli kalau gue ingat lagi😪.

Jam 8an kita pun pulang dan jam 9 baru dapat kereta. Gue lupa kalau angkot 19 atau 19 A terakhir sampai jam 10. April, Amadea, dan Miney semuanya dijemput kecuali gue. April dan Amadea dijemput di stasiun, sedangkan Miney dijemput di Setiakawan. Sebenarnya bokap mau jemput, tapi jam 11 jemputnya. Itu juga jam 11 baru jalan dari kantornya. Ya kali gue harus nunggu 1 jam😒. Dan ternyata benar dugaan gue. Sesampainya di terminal, semuanya sepi. Ga ada angkot sama sekali. Cuma angkot 02 dan 10 yang gue lihat, dan itu juga hanya beberapa. Akhirnya gue lihat ada bus 9 A jurusan Bekasi - Senen. Gue tanya sama keneknya lewat tol timur atau ga, dan untungnya lewat tol timur. Gue seorang wanita sendirian di terminal kayak abis apaan tau, kebingungan, dan saat naik bus penumpangnya bisa dihitung menggunakan jari. Gue coba bbm pacar gue nanya lagi apa, tapi dia ga bales. Kan sedih dede😔. Dan akhirnya gue coba bbm temen cowok gue nanya lagi apa. Dan dia bales, "Gue lagi malming sama Intan". Intan itu adalah pacar temen cowok gue. Gue bales, "yaudah deh ga jadi". "Emang kenapa sih? Pasti ada apa-apanya deh", tanya dia penasaran. Dan gue bilang kalau gue di tol timur sendirian ga ada angkot bingung pulang naik apa. "Ya ampun kok bisa. Emang abis dari mana sih? Lo tunggu di sana. Cari tempat yang agak ramai, jangan sendirian di tempat sepi. Gue mulangin Intan dulu", ya itu lah balasan dia. Akhirnya gue menunggu dia untuk dijemput. Ya berhasilah gue minta dijemput. Wk.

Akhirnya, dia pun sampai. Gue dimarah-marahin sama dia karena pulang kemalaman. Bete sebenarnya dimarahin gitu. Pacar bukan, saudara bukan, tapi marah-marah. Tapi, gue seneng banget dia lebih perhatian dari cowok gue. Wkwk. Dan dia mengajak gue buat muter-muter dulu seputaran Gading. "Capek ga? Kalo ga capek kita muter-muter dulu yuk nikmati sisa malam mingguan. Tapi kalo capek, ya langsung pulang". Sebenarnya capek banget, tapi bisa-bisanya gue bilang kalau gue ga capek dan gue mengiyakan ajakannya.

Sampai di rumah sekitar jam 11 kurang. Saat buka handphone, banyak banget bbm dari April isinya "Tya", "lo dimana?", "Lagi dimana?", "Oy", dan sisanya ngeping. Miney juga nanya gue lagi di mana. Mereka kesel karena handphone gue mati, susah dihubungi, bikin khawatir, eh taunya gue lagi seneng-seneng nikmati sisa malam mingguan. Wkwkwk.

Sesampainya di rumah, cowok gue baru bales kalau dia lagi bikin wpap apalah ga ngerti, hampir sama yang kayak Tio suka bikin. Ya karena gue capek dan agak kesel sama dia, gue diam saja, bbmnya ga gue read. Dari pada cuma gue read doang, nanti yang ada dia bete lagi sama gue. Setelah itu, gue mandi dan pergi tidur.

Jalan-jalan kali ini adalah jalan-jalan yang mengesankan banget buat gue. Karena pertama, gue jalan sama 3 manusia yang sama sekali ga ada yang tau jalan dan kita cuma mengira-ngira. Kedua, ini pertama kalinya gue naik angkot yang jago banget nyalipnya. Ketiga, gue ga kedapatan angkot di terminal. Keempat, gue masih bisa nikmati malam mingguan sama dia walau cuma sebentar. Dan kelima, gue dikhawatirin sama teman-teman gue. Thanks banget kalian yang sudah mengkhawatirkan gue. Gue ga akan melupakan peristiwa itu. Love you guys😘

Kamis, 01 Oktober 2015

Dari Mata Turun Ke Hati

Banyak orang yang mengatakan "dari mata turun ke hati". Dulu, itu adalah kata-kata paling mustahil yang aku percaya. Karena dengan mata, seseorang tidak mampu bahkan tidak berhak menilai seseorang hanya sekedar melihat. Tapi, aku larut dalam kata-kata itu. Sandy, dia adalah kakak kelasku, beda 2 tahun denganku. Wajahnya yang tampan membuat aku terpikat. Padahal baru bertemu pertama kali, tapi sudah ada rasa. Konyol bukan? Hanya dengan mata, bisa langsung memiliki rasa. Terlebih lagi, dia sangat respect denganku, baik pula. Pertemuan pertamaku dengannya ketika aku harus mengerjakan tugas membuat cerita dari guruku. Sedang berputar-putar di sekitar sekolah untuk mencari ide, aku pun bertemu dengannya. Melihat wajahku yang melas, dia pun mau membantuku. hehe😁. Kami duduk di koridor sekolah dengan bercanda gurau dan saling bertanya tentang satu sama lain. Dia orang yang asik, lucu, baik, dan intinya aku jatuh hati padanya.

Saat aku dan teman-temanku sedang menonton film di bioskop, kami tak sengaja bertemu, dan menonton film yang sama, juga duduk sebelahan. Padahal itu sama sekali tak direncanakan. Aku hanya bergumam dalam hati, "jangan-jangan aku sama dia berjodoh. Wkwk". Tapi, aku berusaha untuk tidak mau terlalu larut karena ketampanannya. Belum tentu, dia juga suka padaku. Setelah menonton bareng itu, aku sama Sandy semakin sering chat-chatan. Bahkan, dua minggu berturut-turut aku bbm-an sama dia.  Padahal, isinya juga ya itu-itu aja. Tapi, kita bisa chatan sampai malam, sekitar jam 12an baru kelar. Dan itu membuatku semakin larut.

3 bulan kami sering jalan, makan, malam mingguan, dan kita juga sering pulang bareng. Tiba-tiba, aku tak sengaja mendengar Tara curhat dengan Innes tentang Sandy. "Ih semalam Sandy nanya gue lagi apa. Ga cuma semalam dia nanya, tapi udah seminggu ini kita chat-chatan terus. Senang deh", ucap Tara yang membuatku ingin marah. Dan saat pulang, mereka pulang bareng. Padahal Tara sendiri tau kalau aku suka sama Sandy. Tapi, kenapa dia begitu?

Saat sedang bermain true or dare, Tara memilih "true" dan mendapatkan pertanyaan "Lo suka sama Sandy?". Dan Tara pun mengatakan Iya. "Sandynya juga suka sama gue kok. Buktinya dia ngechat gue mulu". Padahal saat itu, posisi Tara sedang pacaran dengan Dicka. Memang gila temanku yang satu ini. Kurang lebih 2 bulan aku jarang berkomunikasi lagi dengan Sandy. Dia sedang terlalu asik bermain dengan Tara. Sampai membuat Tara harus mengakhiri hubungannya dengan Dicka. Aku bisa apa? Marah? Kesal? Cemburu? Itu pasti. Tapi aku ini siapanya yang pantas untuk cemburu. Aku menyesal telah larut dalam buayannya.

Sebulan kemudian, Tara datang padaku. Dia menangis karena Sandy sudah mulai dingin. Aku mulai mengerti sifat Sandy yang sebenarnya. Dia sedang mencari ikan yang siap dipancing. Namun, bila sudah dapat dan bosan, langsung mencari ikan yang lain. Malam setelah Tara menangis padaku, Sandy mengechat aku kembali. Karena sudah paham dengan sifatnya, aku pun biasa saja.

Tak lama kemudian, Juli, temanku menceritakan padaku kalau dia ditembak Sandy. Mungkin Sandy sedang mencari ikan yang lain, karena gagal memancingku kembali. Aku hanya tersenyum dan memberitahu padanya apa yang aku alami. Karena aku tak ingin lagi ada korban dari dia. Aku, Tara, dan Juli adalah korbannya. Dia hebat, sanggup membuat ketiganya jatuh hati hanya karena dengan mata. Wajahnya yang tampan juga rayuannya yang membuat kami langsung terpikat, hanyalah fiktif belaka. Dan ternyata memang benar. Kata-kata "dari mata turun ke hati" itu salah besar. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya karena fisiknya yang indah bila dilihag oleh mata. Namun, kita harus merasakan apakah hatinya lebih indah dari pada fisiknya atau justru sebaliknya?
Ini adalah pelajaran bagi siapa pun itu, jangan langsung menilai orang lewat penglihatan, tapi nilailah dari hatinya.

Rabu, 30 September 2015

Menentukan 1 Hati Untuk Siapa

Aku Tara. Usiaku 16 tahun. Masih terlalu muda untuk mengenal cinta. Tapi, aku sudah bisa merasakan 2 cinta sekaligus. Dyo, dia adalah pacarku. Alasan aku menerimanya menjadi pacarku karena pertama, kita sudah saling kenal, kebetulan kita berdua sudah berteman sejak SMP. Jujur, aku malas harus beradaptasi lagi, dan juga orang tua kami sudah saling kenal pula. Dan kedua, karena aku habis disakiti oleh seseorang yang memberikanku harapan palsu. Kejam pasti, karena dia hanya sebagai pelarianku. Tetapi, dia tak pernah tau alasanku. Yang dia tau, aku juga suka dengannya.

Sudah 1 tahun kami pacaran. Awalnya memang manis dan indah meski aku belum bisa melupakan seseorang yang telah memberikanku sebuah harapan kosong. Tapi, lama-kelamaan muncul sifatnya yang membuatku jenuh. Dia terlalu protektif. Kalau aku tidak membalas chatnya, dia pasti marah. Sudah seperti anak kecil. Dan juga dia selalu marah dan mengekangku bila aku terlalu lama mengurusi ekskulku. Setiap aku menceritakan kegiatanku, pasti dia bete. Tapi, kalau dia menceritakan tentang kegiatannya padaku, aku tidak boleh bete. Aku hanya menjadi pendengar setia tetapi ucapanku sendiri tak pernah didengar. Aku mulai bosan dengannya. Bahkan sangat! Sampai terlintas di pikiranku ingin mengakhiri hubungan ini. Tapi, di satu sisi aku sudah terlanjur menyayanginya walau masih sedikit. Untungnya saja kita beda sekolah. Kalau aku satu sekolah, mungkin aku bisa ngebatin terus setiap bertemu dia.

Suatu ketika, aku main ke sekolahnya. Di sana aku bertemu dengan temannya, Fadil. Fadil dan aku berbicara sebentar. Tapi, aku merasa sudah sangat akrab dengan Fadil. Padahal aku tipe orang yang pendiam, tidak akan bicara sama orang yang baru dikenal kalau orang itu tidak mengajak aku berbicara dahulu. Fadil juga sudah mempunyai pacar. Namanya Intan. Kebetulan, aku dan Intan teman SMP. Dunia memang sangat sempit. Bertemunya ya itu itu lagi.

Esoknya, Dyo dan aku bermalam mingguan di sebuah cafe tak jauh dari rumah kami berdua. Dan tak sengaja kami bertemu dengan Fadil dan Intan. Mereka pun bergabung dengan kami. Dyo yang memesan makanan, dan Intan ke toilet sebentar. Sedangkan aku dan Fadil hanya berdua berbicara tentang satu sama lain. "Aku mulai bosan sama Intan. Aku lelah sama dia. Sifatnya yang seperti anak kecil tak bisa berubah". Ya sekiranya itulah yang dikatakan oleh Fadil. "Kamu mau coba?", tanyanya yang membuatku bingung. "Coba apa?", tanyaku balik. "Mencoba semua ini. Kita mulai tanpa mereka tau. Lagi pula aku sudah merasa sangat dekat sama kamu", jawabnya yang membuatku benar-benar terkejut. Dan entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku pun mengiyakan perkataan Fadil.

Malam itu menjadi malam kemunafikan kami berdua. Merajut cinta dengan benang yang belum putus dari pasangan yang sebelumnya. Aku tak tau sebenarnya perasaan apa ini. Tetapi, aku jauh lebih hidup dari sebelumnya. Seperti menemukan sedikit kebebasan. Sedikit memiliki rasa bersalah, tetapi aku berusaha untuk mengabaikannya.

Esoknya saat malam mingguan lagi, Dyo mengajakku untuk pergi keluar. Dan tak lama aku mengiyakan permintaan Dyo, Fadil juga mengajakku keluar. Aku bingung harus bagaimana. Akhirnya, aku tetap jalan dengan Dyo dan juga jalan dengan Fadil. Aku dan Fadil berpura-pura tak sengaja bertemu. Padahal itu memang sudah direncanakan. Dan kami pun jalan bertiga.

Alasan yang membuat aku menyukai  Fadil, pertama adalah dia tak pernah mengekangku. Dia selalu mendengarku berbicara. Aku merasa menjadi wanita yang sesungguhnya dari pada saat bersama Dyo. Kedua, dia sangat sabar dengan sikapku yang bawel. Dan yang ketiga,  kami bernasib sama, sama-sama merasa lelah dengan pasangan masing-masing. Tapi, aku tak mau terus berbohong. Aku ingin cepat mengakhiri semua kebohongan ini. Tapi, aku juga tak mau munafik karena sudah terlanjur masuk terlalu dalam ke dalam permainan Fadil. Aku sungguh dilema. Setiap malam, aku berdoa meminta petunjuk siapakah yang benar-benar menyayangiku.

Dan akhirnya setelah sebulan aku menjalani hubungan dengan Fadil, aku pun mengajak Fadil bertemu di taman dekat sekolahku. "Fadil, aku ga kuat kalau harus berbohong terus. Setiap melihat wajahnya, aku merasa bersalah. Tapi, aku juga ga mau kehilangan kamu. Apa aku egois?". "Engga Tar. Kamu ga egois. Aku pun juga sama. Setiap melihat wajah Intan, aku merasa bersalah. Dan aku juga ga mau kehilangan kamu", jawaban Fadil pun sama denganku. "Lalu kita harus apa?", tanyaku. "Kita akhiri hubungan kita sama pasangan kita masing-masing", jawabnya yang membuatku berat melakukannya. "Bagaimana bila hubungan kita yang berakhir? Aku percaya kalau kita berjodoh, pasti kita akan dipertemukan kembali. Sementara ini, kita nikmati aja dulu hubungan kita dengan pasangan masing-masing sembari menunggu satu sama lain. Karena jujur, aku ga mau ada salah paham antara kamu dengan Dyo atau  aku dengan Intan", jelasku. "Baiklah bila itu yang kamu inginkan. Aku akan sabar menunggu kamu. Kita tulis di kertas yang bertuliskan kalau kita sama-sama menunggu dan kita kubur di sini bersama kesabaran kita yang kita kubur di hati masing-masing. Kita buka bersama saat kita benar-benar rindu satu sama lain. Bagaimana?", ucapan Fadil pun aku iyakan dengan berdoa di dalam hati agar Tuhan menemukan kami kembali. Kertas itu pun sudah terkubur bersama kesabaran dan harapan kita yang tak pernah padam.

7 tahun kemudian, aku sudah menjadi wanita karir dan tak lagi memiliki hubungan dengan Dyo ataupun Fadil. Aku dan Fadil lost contact sejak terkahir kita bertemu di taman sore itu. Aku tak tau apa Fadil masih menungguku atau tidak. Atau ternyata ucapan Fadil hanya pengantarku masuk ke lubang yang salah. Tapi jujur, aku masih menunggunya. Aku rindu hubungan terlarang itu. Aku merindukannya. Sangat!

Karena aku merindukan Fadil, aku pun pergi ke taman tempat kami mengubur kertas itu. Dan di sana ada laki-laki yang berdiri di atas tanah tempat kertas itu terkubur. "Apa dia Fadil?", gumamku. Saat dia menengok ke belakang, ternyata benar itu Fadil. Fadil pun menesteskan air mata dan berkata, "Tara? Apa ini kamu? Selama 7 tahun aku selalu datang ke tempat ini. Tapi tak pernah bertemu kamu. Aku fikir kamu sudah lupa Tar". "Aku ga pernah lupa sama kamu. Aku juga selalu datang ke tempat ini. Aku fikir kamu yang lupa tentang kita", ucapku. Dan kami pun mengambil kertas yang terkubur tersebut bersama hati dan kesabaran yang ikut terkubur. Ternyata doaku selama ini benar, kalau Fadil lah yang benar-benar aku sayangi dan menyayangiku. Kami berdua melakukan hubungan terlarang sampai akhirnya hubungan yang benar itu karena semua karena takdirNya. Terima kasih Tuhan karena telah menemukan kami kembali.

#sayanghanyadalamceritabukankenyataan

Senin, 28 September 2015

Salah

Namaku Tyara. Kini, usiaku 17 tahun. Usia dimana manusia baru mengenal cinta. Rafi, dia adalah teman sekelasku sekaligus laki-laki yang berhasil membuat aku jatuh hati hanya karena wajahnya yang tampan. Sebenarnya, aku menyukai Rafi sudah lama dari kelas 10. Awalnya, aku selalu bertengkar dengannya. Tetapi, saat razia rambut dan rambutnya jauh lebih rapih, aku mulai tertarik padanya. Bahkan, kami jauh lebih akrab. Dan sekarang, aku kelas 12. Wajah Rafi masih tetap sama seperti kelas 10. Tidak berubah sedikitpun, hanya suaranya yang jauh lebih berat. Bayangkan, 3 tahun kami sekelas, dan aku yang selalu memulai percakapan dengannya. Mulai jenuh sebenarnya dengan keadaan. Tetapi, aku bisa apa? Aku sangat menyukainya. Tidak ingin melepasnya untuk yang lain. Dan sebagai wanita, aku hanya bisa menunggu. Nathan adalah teman dekatnya Rafi. Dia sepertinya tau kalau aku menyukai Rafi. Dia selalu tersenyum meledek bila aku mendekati Rafi. Risih sebenarnya. Tetapi, aku berusaha untuk tidak mempedulikannya.

Perpisahan kelas pun tiba. Kami jalan-jalan ke Trans Studio Bandung. Di sana aku bermain bersama Lina, sahabatku, Rafi, dan Nathan. Ke mana-mana kami selalu berempat. Saat di Cihampelas, tempat membeli oleh-oleh khas Bandung, Nathan mengajakku berbicara. Dia membawaku ke tempat yang lumayan indah bagiku. "Ra, sebenarnya sudah lama aku suka sama kamu. Perhatian kamu ke aku buat aku suka sama kamu". Ucapan Nathan benar-benar membuatku sangat terkejut sebab perhatian yang aku berikan itu bukan untuknya, melainkan untuk Rafi. Ku fikir, Nathan mengetahui perasaanku ini untuk siapa. Tapi, ternyata tidak. Ternyata senyuman meledek itu adalah senyuman suka untukku. "Tapi Than, aku fikir kamu tau perhatian aku ini untuk siapa". "Aku ga tau Ra. Memangnya siapa?", tanyanya yang membuatku harus berkata jujur. "Perhatian ini buat Rafi. Dia yang aku tunggu, bukan kamu". "... aku harap, kamu ngerti ya Than. Dan kita tetap jadi teman", lanjutku. Mungkin jawabanku ini membuatnya sedih. Ya tetapi, memang ini jawaban yang harus aku keluarkan.
Akhirnya, perpisahan pun benar-benar terjadi tanpa Rafi tau yang sebenarnya perasaanku ini padanya. Dan aku tidak tau apakah Nathan masih memendam luka atau justru sebaliknya. Aku berharap meski aku telah menolaknya, aku dan Nathan masih bisa menjadi teman.

1 tahun kemudian, kelasku mengadakan reunian. Aku pun bertemu kembali dengan Nathan dan juga Rafi. Aku pun kembali mengingat peristiwa di mana Nathan menyatakan perasaanya padaku. Dan aku pun masih menunggu Rafi. Bodohnya memang, menyia-nyiakan orang yang menyukai kita demi orang yang kita tunggu tak juga datang.

Setelah reunian tepatnya 2 hari kemudian, aku dan Nathan tak sengaja bertemu di mini market. Aku memanggilnya, namun Nathan memalingkan wajahnya. Nathan masih terlihat kaku denganku. "Nathan, kamu masih ingat 1 tahun lalu?", aku tak tahan dengan sikapnya makanya aku menceploskan kata-kata itu. "Engga kok. Aku udah lupa malah", jawabnya seperti mengelak. "Bohong. Kamu kaku Than, kamu ga kayak dulu. Kita kayak orang yang baru kenal. Padahal dulu kita deket banget Than. Aku nyesel kenapa dulu aku harus nolak kamu kalau kita akhirnya kayak gini". Nathan pun berbalik badan, dan berkata "Kamu jangan nyesel Ra. Aku emang belum lupa. Bahkan aku belum bisa lupain kamu. Maafin aku ya", jawaban Nathan membuatku ingin memberikan  kesempatannya untuknya. "Engga Than, aku emang nyesel nolak kamu dan tetap menunggu orang yang ga tau kapan datangnya. Kita coba aja dulu jalanin Than", ucapku dengan memegang tangannya seolah memang Nathan yang saat ini aku inginkan. "Kamu serius Ra?", aku menganggukkan kepala. Dan saat itu, aku dan Nathan mencoba semuanya. Kita mulai dari awal bukan hanya sekedar teman tetapi lebih dari teman. Meski hati belum bisa berkata "iya" sepenuhnya, tapi akan aku coba.

Jumat, 25 September 2015

Aku dan Kamu Sama

Aku adalah kamu
Kita sama
Sama-sama pandai merayu
Namun, rayuanku tak sebanding  denganmu
Aku belajar dari kamu
Rasa sakit yang kamu berikan
Ku tularkan padanya
Kejam memang...
Tapi, ini aku
Yang banyak belajar dari kamu
Tentang arti sebuah kejujuran dan kemunafikan
Sangat sulit mulut berkata jujur
Karena bila jujur, akan ada goresan luka yang membekas
Namun, bila berbohong akan selalu sakit bila melihat senyumannya
Maaf, bila aku mengikuti caramu
Ikut menyakiti hati yang tak salah
Tapi, seolah lukaku sembuh setelah mengikuti caramu itu
Walau muncul luka baru di hatinya
Namun setidaknya, lukaku padamu sudah mereda
Kini, biarkan aku menata hidupku
Mengobati luka di hatinya
Tanpa kamu harus datang lagi dan mengacaunya...

Kamis, 24 September 2015

Menanti

Aku duduk termenung..
Menanti seseorang untuk datang
Tapi, aku sendiri pun tak tau siapa yang aku tunggu
Masih ragu menempatkan hati untuk siapa
Untukmu yang selalu ada untukku
Atau justru untuknya, yang hanya sekedar lewat
Kejam sebenarnya
Tapi, aku bisa apa?
Aku hanya manusia yang tidak memiliki kesempurnaan
Memiliki segudang kesalahan
Tak bermaksud untuk melukaimu dan dirinya
Aku hanya manusia bodoh yang tergiur dengan kata-katanya yang sungguh manis dan berbisa
Pantas kalau aku jatuh ke lubang yang dalam
Memang salahku yang menjatuhkan diri sendiri
Dan kini tak ada kamu atau dirinya yang membantuku untuk bangun
Untuk menghilangkan luka di hati, waktu bisa menghilangkannya
Tapi untuk menghilangkan kebohongan perlu menyakiti 2 hati yang tak salah sedikit pun
Permainan yang ditawarkan olehnya sungguh menarik
Sampai aku lupa permainan kita sendiri pun belum berakhir
Mungkin saat ini kata maaf tak cukup untukmu
Aku hanya ingin kembali pada permainan awal
Tapi,  kurasa itu tak mungkin
Aku ikhlas kamu pergi ke tempat yang lebih indah
Namun, bila ingin kembali
Aku ada di sini
Menanti cintamu yang dulu kembali...

Menanti

Aku duduk termenung..
Menanti seseorang untuk datang
Tapi, aku sendiri pun tak tau siapa yang aku tunggu
Masih ragu menempatkan hati untuk siapa
Untukmu yang selalu ada untukku
Atau justru untuknya, yang hanya sekedar lewat
Kejam sebenarnya
Tapi, aku bisa apa?
Aku hanya manusia yang tidak memiliki kesempurnaan
Memiliki segudang kesalahan
Tak bermaksud untuk melukaimu dan dirinya
Aku hanya manusia bodoh yang tergiur dengan kata-katanya yang sungguh manis dan berbisa
Pantas kalau aku jatuh ke lubang yang dalam
Memang salahku yang menjatuhkan diri sendiri
Dan kini tak ada kamu atau dirinya yang membantuku untuk bangun
Untuk menghilangkan luka di hati, waktu bisa menghilangkannya
Tapi untuk menghilangkan kebohongan perlu menyakiti 2 hati yang tak salah sedikit pun
Permainan yang ditawarkan olehnya sungguh menarik
Sampai aku lupa permainan kita sendiri pun belum berakhir
Mungkin saat ini kata maaf tak cukup untukmu
Aku hanya ingin kembali pada permainan awal
Tapi,  kurasa itu tak mungkin
Aku ikhlas kamu pergi ke tempat yang lebih indah
Namun, bila ingin kembali
Aku ada di sini
Menanti cintamu yang dulu kembali...