Vindi, adalah sosok wanita yang
selalu menemani hari-hariku. Suka duka selalu kita lewati bersama. Tapi
semenjak malam itu, malam di mana aku mengelurkan perasaanku padanya, seolah
tak ada kata yang keluar dari mulutnya lagi. Kami bungkam 1000 bahasa. Tak
menegur satu sama lain. Apa salahku yang mengatakan demikian? Rasa penyesalan
setelah malam itu selalu memeluk hangat
tubuhku di tiap detik aku bernafas. Aku tak mau hubungan kami yang tadinya
sangat baik menjadi menjauh hanya karena 1 malam 30 menit itu.
Vindi sedang asik terduduk membaca
novel pemberianku di taman sekolah kami. Novel tentang betapa pentingnya cinta
yang harus diungkapkan sebelum terlambat. Seperti berkaca dari novel itu, aku
sudah mengeluarkan perasaanku, tapi mengapa harus belum bisa memulai denganya
dan justru harus membuatnya menunggu? Aku mulai ragu dan takut kalau Vindi
nantinya menemukan yang lain dan aku tak sempat memilikinya.
Vindi akan pindah ke Jogja. Dia mengambil
kuliah sastra bahasa di sana. Kuliah dengan jurusan satra bahasa adalah
impiannya. Aku senang Vindi bisa meraih impiannya, dan berharap bisa menjadi
penulis novel terkenal sesuai keinginannya. Tapi, dengan begitu akan ada waktu
yang sangat lama untuk bisa berjumpa lagi dengannya. Apa aku akan tetap seperti
ini kepadanya? Vindi, andai kamu bahwa aku sangat mencintai kamu dan
menginginkan kamu sebagai duniaku, Vin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar