Rabu, 30 September 2015

Menentukan 1 Hati Untuk Siapa

Aku Tara. Usiaku 16 tahun. Masih terlalu muda untuk mengenal cinta. Tapi, aku sudah bisa merasakan 2 cinta sekaligus. Dyo, dia adalah pacarku. Alasan aku menerimanya menjadi pacarku karena pertama, kita sudah saling kenal, kebetulan kita berdua sudah berteman sejak SMP. Jujur, aku malas harus beradaptasi lagi, dan juga orang tua kami sudah saling kenal pula. Dan kedua, karena aku habis disakiti oleh seseorang yang memberikanku harapan palsu. Kejam pasti, karena dia hanya sebagai pelarianku. Tetapi, dia tak pernah tau alasanku. Yang dia tau, aku juga suka dengannya.

Sudah 1 tahun kami pacaran. Awalnya memang manis dan indah meski aku belum bisa melupakan seseorang yang telah memberikanku sebuah harapan kosong. Tapi, lama-kelamaan muncul sifatnya yang membuatku jenuh. Dia terlalu protektif. Kalau aku tidak membalas chatnya, dia pasti marah. Sudah seperti anak kecil. Dan juga dia selalu marah dan mengekangku bila aku terlalu lama mengurusi ekskulku. Setiap aku menceritakan kegiatanku, pasti dia bete. Tapi, kalau dia menceritakan tentang kegiatannya padaku, aku tidak boleh bete. Aku hanya menjadi pendengar setia tetapi ucapanku sendiri tak pernah didengar. Aku mulai bosan dengannya. Bahkan sangat! Sampai terlintas di pikiranku ingin mengakhiri hubungan ini. Tapi, di satu sisi aku sudah terlanjur menyayanginya walau masih sedikit. Untungnya saja kita beda sekolah. Kalau aku satu sekolah, mungkin aku bisa ngebatin terus setiap bertemu dia.

Suatu ketika, aku main ke sekolahnya. Di sana aku bertemu dengan temannya, Fadil. Fadil dan aku berbicara sebentar. Tapi, aku merasa sudah sangat akrab dengan Fadil. Padahal aku tipe orang yang pendiam, tidak akan bicara sama orang yang baru dikenal kalau orang itu tidak mengajak aku berbicara dahulu. Fadil juga sudah mempunyai pacar. Namanya Intan. Kebetulan, aku dan Intan teman SMP. Dunia memang sangat sempit. Bertemunya ya itu itu lagi.

Esoknya, Dyo dan aku bermalam mingguan di sebuah cafe tak jauh dari rumah kami berdua. Dan tak sengaja kami bertemu dengan Fadil dan Intan. Mereka pun bergabung dengan kami. Dyo yang memesan makanan, dan Intan ke toilet sebentar. Sedangkan aku dan Fadil hanya berdua berbicara tentang satu sama lain. "Aku mulai bosan sama Intan. Aku lelah sama dia. Sifatnya yang seperti anak kecil tak bisa berubah". Ya sekiranya itulah yang dikatakan oleh Fadil. "Kamu mau coba?", tanyanya yang membuatku bingung. "Coba apa?", tanyaku balik. "Mencoba semua ini. Kita mulai tanpa mereka tau. Lagi pula aku sudah merasa sangat dekat sama kamu", jawabnya yang membuatku benar-benar terkejut. Dan entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku pun mengiyakan perkataan Fadil.

Malam itu menjadi malam kemunafikan kami berdua. Merajut cinta dengan benang yang belum putus dari pasangan yang sebelumnya. Aku tak tau sebenarnya perasaan apa ini. Tetapi, aku jauh lebih hidup dari sebelumnya. Seperti menemukan sedikit kebebasan. Sedikit memiliki rasa bersalah, tetapi aku berusaha untuk mengabaikannya.

Esoknya saat malam mingguan lagi, Dyo mengajakku untuk pergi keluar. Dan tak lama aku mengiyakan permintaan Dyo, Fadil juga mengajakku keluar. Aku bingung harus bagaimana. Akhirnya, aku tetap jalan dengan Dyo dan juga jalan dengan Fadil. Aku dan Fadil berpura-pura tak sengaja bertemu. Padahal itu memang sudah direncanakan. Dan kami pun jalan bertiga.

Alasan yang membuat aku menyukai  Fadil, pertama adalah dia tak pernah mengekangku. Dia selalu mendengarku berbicara. Aku merasa menjadi wanita yang sesungguhnya dari pada saat bersama Dyo. Kedua, dia sangat sabar dengan sikapku yang bawel. Dan yang ketiga,  kami bernasib sama, sama-sama merasa lelah dengan pasangan masing-masing. Tapi, aku tak mau terus berbohong. Aku ingin cepat mengakhiri semua kebohongan ini. Tapi, aku juga tak mau munafik karena sudah terlanjur masuk terlalu dalam ke dalam permainan Fadil. Aku sungguh dilema. Setiap malam, aku berdoa meminta petunjuk siapakah yang benar-benar menyayangiku.

Dan akhirnya setelah sebulan aku menjalani hubungan dengan Fadil, aku pun mengajak Fadil bertemu di taman dekat sekolahku. "Fadil, aku ga kuat kalau harus berbohong terus. Setiap melihat wajahnya, aku merasa bersalah. Tapi, aku juga ga mau kehilangan kamu. Apa aku egois?". "Engga Tar. Kamu ga egois. Aku pun juga sama. Setiap melihat wajah Intan, aku merasa bersalah. Dan aku juga ga mau kehilangan kamu", jawaban Fadil pun sama denganku. "Lalu kita harus apa?", tanyaku. "Kita akhiri hubungan kita sama pasangan kita masing-masing", jawabnya yang membuatku berat melakukannya. "Bagaimana bila hubungan kita yang berakhir? Aku percaya kalau kita berjodoh, pasti kita akan dipertemukan kembali. Sementara ini, kita nikmati aja dulu hubungan kita dengan pasangan masing-masing sembari menunggu satu sama lain. Karena jujur, aku ga mau ada salah paham antara kamu dengan Dyo atau  aku dengan Intan", jelasku. "Baiklah bila itu yang kamu inginkan. Aku akan sabar menunggu kamu. Kita tulis di kertas yang bertuliskan kalau kita sama-sama menunggu dan kita kubur di sini bersama kesabaran kita yang kita kubur di hati masing-masing. Kita buka bersama saat kita benar-benar rindu satu sama lain. Bagaimana?", ucapan Fadil pun aku iyakan dengan berdoa di dalam hati agar Tuhan menemukan kami kembali. Kertas itu pun sudah terkubur bersama kesabaran dan harapan kita yang tak pernah padam.

7 tahun kemudian, aku sudah menjadi wanita karir dan tak lagi memiliki hubungan dengan Dyo ataupun Fadil. Aku dan Fadil lost contact sejak terkahir kita bertemu di taman sore itu. Aku tak tau apa Fadil masih menungguku atau tidak. Atau ternyata ucapan Fadil hanya pengantarku masuk ke lubang yang salah. Tapi jujur, aku masih menunggunya. Aku rindu hubungan terlarang itu. Aku merindukannya. Sangat!

Karena aku merindukan Fadil, aku pun pergi ke taman tempat kami mengubur kertas itu. Dan di sana ada laki-laki yang berdiri di atas tanah tempat kertas itu terkubur. "Apa dia Fadil?", gumamku. Saat dia menengok ke belakang, ternyata benar itu Fadil. Fadil pun menesteskan air mata dan berkata, "Tara? Apa ini kamu? Selama 7 tahun aku selalu datang ke tempat ini. Tapi tak pernah bertemu kamu. Aku fikir kamu sudah lupa Tar". "Aku ga pernah lupa sama kamu. Aku juga selalu datang ke tempat ini. Aku fikir kamu yang lupa tentang kita", ucapku. Dan kami pun mengambil kertas yang terkubur tersebut bersama hati dan kesabaran yang ikut terkubur. Ternyata doaku selama ini benar, kalau Fadil lah yang benar-benar aku sayangi dan menyayangiku. Kami berdua melakukan hubungan terlarang sampai akhirnya hubungan yang benar itu karena semua karena takdirNya. Terima kasih Tuhan karena telah menemukan kami kembali.

#sayanghanyadalamceritabukankenyataan

Senin, 28 September 2015

Salah

Namaku Tyara. Kini, usiaku 17 tahun. Usia dimana manusia baru mengenal cinta. Rafi, dia adalah teman sekelasku sekaligus laki-laki yang berhasil membuat aku jatuh hati hanya karena wajahnya yang tampan. Sebenarnya, aku menyukai Rafi sudah lama dari kelas 10. Awalnya, aku selalu bertengkar dengannya. Tetapi, saat razia rambut dan rambutnya jauh lebih rapih, aku mulai tertarik padanya. Bahkan, kami jauh lebih akrab. Dan sekarang, aku kelas 12. Wajah Rafi masih tetap sama seperti kelas 10. Tidak berubah sedikitpun, hanya suaranya yang jauh lebih berat. Bayangkan, 3 tahun kami sekelas, dan aku yang selalu memulai percakapan dengannya. Mulai jenuh sebenarnya dengan keadaan. Tetapi, aku bisa apa? Aku sangat menyukainya. Tidak ingin melepasnya untuk yang lain. Dan sebagai wanita, aku hanya bisa menunggu. Nathan adalah teman dekatnya Rafi. Dia sepertinya tau kalau aku menyukai Rafi. Dia selalu tersenyum meledek bila aku mendekati Rafi. Risih sebenarnya. Tetapi, aku berusaha untuk tidak mempedulikannya.

Perpisahan kelas pun tiba. Kami jalan-jalan ke Trans Studio Bandung. Di sana aku bermain bersama Lina, sahabatku, Rafi, dan Nathan. Ke mana-mana kami selalu berempat. Saat di Cihampelas, tempat membeli oleh-oleh khas Bandung, Nathan mengajakku berbicara. Dia membawaku ke tempat yang lumayan indah bagiku. "Ra, sebenarnya sudah lama aku suka sama kamu. Perhatian kamu ke aku buat aku suka sama kamu". Ucapan Nathan benar-benar membuatku sangat terkejut sebab perhatian yang aku berikan itu bukan untuknya, melainkan untuk Rafi. Ku fikir, Nathan mengetahui perasaanku ini untuk siapa. Tapi, ternyata tidak. Ternyata senyuman meledek itu adalah senyuman suka untukku. "Tapi Than, aku fikir kamu tau perhatian aku ini untuk siapa". "Aku ga tau Ra. Memangnya siapa?", tanyanya yang membuatku harus berkata jujur. "Perhatian ini buat Rafi. Dia yang aku tunggu, bukan kamu". "... aku harap, kamu ngerti ya Than. Dan kita tetap jadi teman", lanjutku. Mungkin jawabanku ini membuatnya sedih. Ya tetapi, memang ini jawaban yang harus aku keluarkan.
Akhirnya, perpisahan pun benar-benar terjadi tanpa Rafi tau yang sebenarnya perasaanku ini padanya. Dan aku tidak tau apakah Nathan masih memendam luka atau justru sebaliknya. Aku berharap meski aku telah menolaknya, aku dan Nathan masih bisa menjadi teman.

1 tahun kemudian, kelasku mengadakan reunian. Aku pun bertemu kembali dengan Nathan dan juga Rafi. Aku pun kembali mengingat peristiwa di mana Nathan menyatakan perasaanya padaku. Dan aku pun masih menunggu Rafi. Bodohnya memang, menyia-nyiakan orang yang menyukai kita demi orang yang kita tunggu tak juga datang.

Setelah reunian tepatnya 2 hari kemudian, aku dan Nathan tak sengaja bertemu di mini market. Aku memanggilnya, namun Nathan memalingkan wajahnya. Nathan masih terlihat kaku denganku. "Nathan, kamu masih ingat 1 tahun lalu?", aku tak tahan dengan sikapnya makanya aku menceploskan kata-kata itu. "Engga kok. Aku udah lupa malah", jawabnya seperti mengelak. "Bohong. Kamu kaku Than, kamu ga kayak dulu. Kita kayak orang yang baru kenal. Padahal dulu kita deket banget Than. Aku nyesel kenapa dulu aku harus nolak kamu kalau kita akhirnya kayak gini". Nathan pun berbalik badan, dan berkata "Kamu jangan nyesel Ra. Aku emang belum lupa. Bahkan aku belum bisa lupain kamu. Maafin aku ya", jawaban Nathan membuatku ingin memberikan  kesempatannya untuknya. "Engga Than, aku emang nyesel nolak kamu dan tetap menunggu orang yang ga tau kapan datangnya. Kita coba aja dulu jalanin Than", ucapku dengan memegang tangannya seolah memang Nathan yang saat ini aku inginkan. "Kamu serius Ra?", aku menganggukkan kepala. Dan saat itu, aku dan Nathan mencoba semuanya. Kita mulai dari awal bukan hanya sekedar teman tetapi lebih dari teman. Meski hati belum bisa berkata "iya" sepenuhnya, tapi akan aku coba.

Jumat, 25 September 2015

Aku dan Kamu Sama

Aku adalah kamu
Kita sama
Sama-sama pandai merayu
Namun, rayuanku tak sebanding  denganmu
Aku belajar dari kamu
Rasa sakit yang kamu berikan
Ku tularkan padanya
Kejam memang...
Tapi, ini aku
Yang banyak belajar dari kamu
Tentang arti sebuah kejujuran dan kemunafikan
Sangat sulit mulut berkata jujur
Karena bila jujur, akan ada goresan luka yang membekas
Namun, bila berbohong akan selalu sakit bila melihat senyumannya
Maaf, bila aku mengikuti caramu
Ikut menyakiti hati yang tak salah
Tapi, seolah lukaku sembuh setelah mengikuti caramu itu
Walau muncul luka baru di hatinya
Namun setidaknya, lukaku padamu sudah mereda
Kini, biarkan aku menata hidupku
Mengobati luka di hatinya
Tanpa kamu harus datang lagi dan mengacaunya...

Kamis, 24 September 2015

Menanti

Aku duduk termenung..
Menanti seseorang untuk datang
Tapi, aku sendiri pun tak tau siapa yang aku tunggu
Masih ragu menempatkan hati untuk siapa
Untukmu yang selalu ada untukku
Atau justru untuknya, yang hanya sekedar lewat
Kejam sebenarnya
Tapi, aku bisa apa?
Aku hanya manusia yang tidak memiliki kesempurnaan
Memiliki segudang kesalahan
Tak bermaksud untuk melukaimu dan dirinya
Aku hanya manusia bodoh yang tergiur dengan kata-katanya yang sungguh manis dan berbisa
Pantas kalau aku jatuh ke lubang yang dalam
Memang salahku yang menjatuhkan diri sendiri
Dan kini tak ada kamu atau dirinya yang membantuku untuk bangun
Untuk menghilangkan luka di hati, waktu bisa menghilangkannya
Tapi untuk menghilangkan kebohongan perlu menyakiti 2 hati yang tak salah sedikit pun
Permainan yang ditawarkan olehnya sungguh menarik
Sampai aku lupa permainan kita sendiri pun belum berakhir
Mungkin saat ini kata maaf tak cukup untukmu
Aku hanya ingin kembali pada permainan awal
Tapi,  kurasa itu tak mungkin
Aku ikhlas kamu pergi ke tempat yang lebih indah
Namun, bila ingin kembali
Aku ada di sini
Menanti cintamu yang dulu kembali...

Menanti

Aku duduk termenung..
Menanti seseorang untuk datang
Tapi, aku sendiri pun tak tau siapa yang aku tunggu
Masih ragu menempatkan hati untuk siapa
Untukmu yang selalu ada untukku
Atau justru untuknya, yang hanya sekedar lewat
Kejam sebenarnya
Tapi, aku bisa apa?
Aku hanya manusia yang tidak memiliki kesempurnaan
Memiliki segudang kesalahan
Tak bermaksud untuk melukaimu dan dirinya
Aku hanya manusia bodoh yang tergiur dengan kata-katanya yang sungguh manis dan berbisa
Pantas kalau aku jatuh ke lubang yang dalam
Memang salahku yang menjatuhkan diri sendiri
Dan kini tak ada kamu atau dirinya yang membantuku untuk bangun
Untuk menghilangkan luka di hati, waktu bisa menghilangkannya
Tapi untuk menghilangkan kebohongan perlu menyakiti 2 hati yang tak salah sedikit pun
Permainan yang ditawarkan olehnya sungguh menarik
Sampai aku lupa permainan kita sendiri pun belum berakhir
Mungkin saat ini kata maaf tak cukup untukmu
Aku hanya ingin kembali pada permainan awal
Tapi,  kurasa itu tak mungkin
Aku ikhlas kamu pergi ke tempat yang lebih indah
Namun, bila ingin kembali
Aku ada di sini
Menanti cintamu yang dulu kembali...

Minggu, 20 September 2015

Awal mengenalnya,
Ada rasa yang berbeda
Rasa yang tak dapat dijelaskan seperti sejarah
Dan rasa yang tak dapat diuraikan seperti matematika
Ya.. itu kamu.
Kamu membutakan penglihatanku pada dunia
Seolah hanya kamu yang dapat kulihat
Konyol memang...
Baru pertama mengenalmu,
Aku merasa sangat nyaman
Semua kamu buat serapih dan sesempurna mungkin
Hingga akhirnya aku jatuh hati padamu.
Namun, siapa sangka?
Parasmu yang berkarismatik membuat aku jatuh ke lubang paling dalam
Memang salahku yang menjatuhkan diri sendiri
Sampai akhirnya aku harus bangun sendiri tanpa kamu..
Ingatkah kamu hal pertama yang kita lakukan?
Ya.. menulis rangkaian kata demi kata hingga membentuk sebuah cerita tersendiri untuk kita
Bahkan hingga sekarang, tulisan itu masih kusimpan bersama luka yang kamu berikan untukku
Aku tidak ingin menjadi wanita munafik.
Luka yang kamu buat serapih itu terlalu sempurna sehingga menutupi kesempurnaan sang pencipta semesta alam
Hebatnya lagi, kamu membuatku tetap merasa masih memilikimu hingga saat ini
Mengapa kamu harus pergi dengan meninggalkan segudang kenangan yang membekas di hati?
Tak bisakah kamu tetap terdiam di sini?
Bayangmu masih membekas hingga saat ini
Aku sadar, kamu bukanlah senja setia setelah ada malam indah menantimu
Aku harus merelakan senja itu pergi bersama dinginnya malam indah
Biarpun aku tak melepas genggaman itu
Kamu akan tetap pergi
Pergi ke tempat yang lebih damai
Kini, aku mengerti mengapa harus melupakanmu
Karena ada yang jauh lebih indah menungguku di sana
Yaitu kamu yang lain
Berbahagialah kamu di sana dengan pilihanmu sekarang
Aku hanya bisa mencintaimu dalam doa
Maafkan aku bila sampai sekarang namamu belum tergantikan dalam doa dan hati ini walau sudah ada nama yang lain dalam hidupku sekarang ini...

Mungkin Curahan Hati

Kehidupan semua orang itu ga pernah sama. Selalu ada perbedaan yang membuat kita semakin kuat. Gue salah satunya. Gue beda sama yang lain. Gue berdiri sampai sekarang dengan cara yang beda. Gue adalah anak satu-satunya yang lahir dari sepasang suami istri yang saling memiliki rasa cinta dan sayang. Tanpa adanya cinta dari mereka, gue ga akan terlahir dan menjadi seperti sekarang ini. Dari kecil sampai sekarang gue cuma hidup bertiga. Di rumah sendirian ga ada temen. Ya paling cuma curhat sama nyokap. Nyokap yang paling deket sama gue. Perubahan pada wajah gue aja dia tau pasti ada apa-apa sama anaknya. Saat taman kanak-kanak dan sekolah dasar, gue paling sering dikenal guru. Karena apa? Lagi dan lagi itu berkat nyokap gue. Nyokap gue bawel kalau sama guru. Nah saat smp, gue ga mau dikenal guru. Gue ga mau lagi dimanja kayak waktu kecil. Dan sekarang gue udah smk. Ngambil jurusan akuntansi. Itu juga disuruh sama nyokap. Katanya biar kalo gue ada pr nyokap bisa bantu karena dia dulu juga akuntansi. Eh giliran gue nanya pr ke nyokap, dia bilang, "udahlah kerjain sendiri. Mama udah lupa". Suka kesel lho kalo masih inget jawaban itu. Nah, di sekolah itu gue mengikuti salah satu ekskul paling kece dan santai (kata orang sekitar). Sinematografi namanya atau kalau orang bilang ekskul perfilman. Dari namanya aja orang udah tau, kalau kerjaannya bikin film. Tapi, semua orang salah kalau nilai ekskul gue ekskul paling santai dan kece. Kecenya sih bener, tapi santainya itu yang salah. Santai dari mananya coba? Bikin film sampai sore bahkan sampai malam. Setiap pulang mesti ada acara debat sama orang tua. Dan sekarang jabatan gue di ekskul ini adalah sekretaris. Saat pemilihan struktural, ada pertanyaan gitu. Kayak pemilihan osis gitu lah, ada wawancaranya. Nah, gue ga pernah jawab serius. Jawaban gue itu ga nyambung kalo gue bilang. Tapi gue kepilih jadi sekretaris. Dan gue bingung harus apa saat itu. Siap ga siap, mau ga mau, gue harus siap dan mau terima tanggung jawab itu. Hitung-hitung gue belajar organisasi dan kepemimpinan, juga lebih menghargai waktu. Tau kan sekretaris kerjaannya ngapain aja? Nyatet, nyimpen semua berkas sampai kertas pada numpuk di rumah. Suka rapat dadakan. Dan itu nambah acara debat makin panjang. Tapi gue suka dengan kesibukan ini. Gue have fun banget dengan kesibukan ini. Bahkan kalo ga ada kesibukan, gue suka kangen disibukan sama para ketuanya. Tapi, kalo udah dapet kesibukan, stres mulai melanda. Dan di ekskul ini juga gue ngerti rasanya dimusuhin beberapa orang. Emang sih ga banyak yang musuhin gue dan mereka juga ga bilang kalo ga suka sama gue secara langsung, tapi siapa sih yang ga bete punya musuh? Padahal mereka itu deket sama gue tapi bisa memusuhi gue diem-diem. Rapih banget nyimpen rahasianya. Mereka itu iri sama gue, tapi mereka ga pernah tau kalo gue jauh lebih iri sama mereka. Karena apa? Mereka jauh lebih santai. Ga perlu capek dan stres ngurusin administrasi segala macem ini itu. Cukup duduk diem aja. Apa yang harus mereka iri dari gue? Belum tentu juga kan mereka mau disibukan kayak gue? Gue selalu ambil posstivenya. Kalo ada yang iri sama gue, berarti gue selangkah lebih maju dari awal gue mengikuti kegiatan ini. Sekarang gue kelas 11, udah mulai pkl, bahkan udah setengah jalan. Otomatis kerjaan gue lebih banyak. Belom ngurusin pkl, belom juga ekskul, dan belom juga gue harus punya waktu buat quality time sama orang tua. Makin bingung membagi waktunya. Ya tapi, namanya hidup jalani aja, enjoy aja. Toh belum tentu hal yang gue lakuin terulang dua kali. Jadi, buat kalian yang baca ini please jangan pernah iri sama yang dikerjakan oleh teman kamu atau orang sekitar kamu. Karena mungkin belum waktunya untuk kamu yang mengerjakan ini dan belum tentu juga kan kamu siap ngerjain pekerjaan yang seperti teman kamu kerjakan. Dan kalo emang belum waktunya, tunggu aja. Pasti akan ada manisnya kok kalo kamu sabar menunggu. Oke😉

Rabu, 16 September 2015

Jarak

Kamu yang di sana
Apa kabar?
Tahukah kamu?
Aku mulai bosan
Mulai juga lelah
Lelah menunggumu
Lelah dengan jarak ini
Juga lelah hati ini dipeluk rindu
Hanya bayangmu yang mampu ku peluk
Hanya kepada bayangmu aku bersandar
Namun, kapan bayangmu itu benar-benar nyata depan mataku?
Kapan pula hati ini bisa benar-benar merasakan dekapanmu?
Aku rindu saat kita bercengkrama
Di mana hanya ada kamu dan aku
Tak ada jarak pemisah ini
Bagaimana kamu di sana?
Apa merasakan hal yang sama?
Ku harap demikian
Cepatlah pulang
Agar jarak ini cepat bersatu dengan rindu yang mendera di hati
Ada aku di sini menunggumu seorang diri

Di antara

Cinta adalah persatuan antara dua manusia yang berbeda jenis, sifat, dan satu keyakinan
Namun, bagaimana bila dengan dua keyakinan?
Apakah bisa bersatu menjadi cinta?
Bagi kebanyakan orang memang mustahil
Padahal namaMu sama-sama terucap dalam doa kami
Walau pengucapannya yang berbeda
Namun, cinta kami kepadaMu adalah sama
Izinkanlah kami bersatu
Bersandar diantara salib dan sajadah suci
Menyebut namaMu