Aku Tara. Usiaku 16 tahun. Masih terlalu muda untuk mengenal cinta. Tapi, aku sudah bisa merasakan 2 cinta sekaligus. Dyo, dia adalah pacarku. Alasan aku menerimanya menjadi pacarku karena pertama, kita sudah saling kenal, kebetulan kita berdua sudah berteman sejak SMP. Jujur, aku malas harus beradaptasi lagi, dan juga orang tua kami sudah saling kenal pula. Dan kedua, karena aku habis disakiti oleh seseorang yang memberikanku harapan palsu. Kejam pasti, karena dia hanya sebagai pelarianku. Tetapi, dia tak pernah tau alasanku. Yang dia tau, aku juga suka dengannya.
Sudah 1 tahun kami pacaran. Awalnya memang manis dan indah meski aku belum bisa melupakan seseorang yang telah memberikanku sebuah harapan kosong. Tapi, lama-kelamaan muncul sifatnya yang membuatku jenuh. Dia terlalu protektif. Kalau aku tidak membalas chatnya, dia pasti marah. Sudah seperti anak kecil. Dan juga dia selalu marah dan mengekangku bila aku terlalu lama mengurusi ekskulku. Setiap aku menceritakan kegiatanku, pasti dia bete. Tapi, kalau dia menceritakan tentang kegiatannya padaku, aku tidak boleh bete. Aku hanya menjadi pendengar setia tetapi ucapanku sendiri tak pernah didengar. Aku mulai bosan dengannya. Bahkan sangat! Sampai terlintas di pikiranku ingin mengakhiri hubungan ini. Tapi, di satu sisi aku sudah terlanjur menyayanginya walau masih sedikit. Untungnya saja kita beda sekolah. Kalau aku satu sekolah, mungkin aku bisa ngebatin terus setiap bertemu dia.
Suatu ketika, aku main ke sekolahnya. Di sana aku bertemu dengan temannya, Fadil. Fadil dan aku berbicara sebentar. Tapi, aku merasa sudah sangat akrab dengan Fadil. Padahal aku tipe orang yang pendiam, tidak akan bicara sama orang yang baru dikenal kalau orang itu tidak mengajak aku berbicara dahulu. Fadil juga sudah mempunyai pacar. Namanya Intan. Kebetulan, aku dan Intan teman SMP. Dunia memang sangat sempit. Bertemunya ya itu itu lagi.
Esoknya, Dyo dan aku bermalam mingguan di sebuah cafe tak jauh dari rumah kami berdua. Dan tak sengaja kami bertemu dengan Fadil dan Intan. Mereka pun bergabung dengan kami. Dyo yang memesan makanan, dan Intan ke toilet sebentar. Sedangkan aku dan Fadil hanya berdua berbicara tentang satu sama lain. "Aku mulai bosan sama Intan. Aku lelah sama dia. Sifatnya yang seperti anak kecil tak bisa berubah". Ya sekiranya itulah yang dikatakan oleh Fadil. "Kamu mau coba?", tanyanya yang membuatku bingung. "Coba apa?", tanyaku balik. "Mencoba semua ini. Kita mulai tanpa mereka tau. Lagi pula aku sudah merasa sangat dekat sama kamu", jawabnya yang membuatku benar-benar terkejut. Dan entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku pun mengiyakan perkataan Fadil.
Malam itu menjadi malam kemunafikan kami berdua. Merajut cinta dengan benang yang belum putus dari pasangan yang sebelumnya. Aku tak tau sebenarnya perasaan apa ini. Tetapi, aku jauh lebih hidup dari sebelumnya. Seperti menemukan sedikit kebebasan. Sedikit memiliki rasa bersalah, tetapi aku berusaha untuk mengabaikannya.
Esoknya saat malam mingguan lagi, Dyo mengajakku untuk pergi keluar. Dan tak lama aku mengiyakan permintaan Dyo, Fadil juga mengajakku keluar. Aku bingung harus bagaimana. Akhirnya, aku tetap jalan dengan Dyo dan juga jalan dengan Fadil. Aku dan Fadil berpura-pura tak sengaja bertemu. Padahal itu memang sudah direncanakan. Dan kami pun jalan bertiga.
Alasan yang membuat aku menyukai Fadil, pertama adalah dia tak pernah mengekangku. Dia selalu mendengarku berbicara. Aku merasa menjadi wanita yang sesungguhnya dari pada saat bersama Dyo. Kedua, dia sangat sabar dengan sikapku yang bawel. Dan yang ketiga, kami bernasib sama, sama-sama merasa lelah dengan pasangan masing-masing. Tapi, aku tak mau terus berbohong. Aku ingin cepat mengakhiri semua kebohongan ini. Tapi, aku juga tak mau munafik karena sudah terlanjur masuk terlalu dalam ke dalam permainan Fadil. Aku sungguh dilema. Setiap malam, aku berdoa meminta petunjuk siapakah yang benar-benar menyayangiku.
Dan akhirnya setelah sebulan aku menjalani hubungan dengan Fadil, aku pun mengajak Fadil bertemu di taman dekat sekolahku. "Fadil, aku ga kuat kalau harus berbohong terus. Setiap melihat wajahnya, aku merasa bersalah. Tapi, aku juga ga mau kehilangan kamu. Apa aku egois?". "Engga Tar. Kamu ga egois. Aku pun juga sama. Setiap melihat wajah Intan, aku merasa bersalah. Dan aku juga ga mau kehilangan kamu", jawaban Fadil pun sama denganku. "Lalu kita harus apa?", tanyaku. "Kita akhiri hubungan kita sama pasangan kita masing-masing", jawabnya yang membuatku berat melakukannya. "Bagaimana bila hubungan kita yang berakhir? Aku percaya kalau kita berjodoh, pasti kita akan dipertemukan kembali. Sementara ini, kita nikmati aja dulu hubungan kita dengan pasangan masing-masing sembari menunggu satu sama lain. Karena jujur, aku ga mau ada salah paham antara kamu dengan Dyo atau aku dengan Intan", jelasku. "Baiklah bila itu yang kamu inginkan. Aku akan sabar menunggu kamu. Kita tulis di kertas yang bertuliskan kalau kita sama-sama menunggu dan kita kubur di sini bersama kesabaran kita yang kita kubur di hati masing-masing. Kita buka bersama saat kita benar-benar rindu satu sama lain. Bagaimana?", ucapan Fadil pun aku iyakan dengan berdoa di dalam hati agar Tuhan menemukan kami kembali. Kertas itu pun sudah terkubur bersama kesabaran dan harapan kita yang tak pernah padam.
7 tahun kemudian, aku sudah menjadi wanita karir dan tak lagi memiliki hubungan dengan Dyo ataupun Fadil. Aku dan Fadil lost contact sejak terkahir kita bertemu di taman sore itu. Aku tak tau apa Fadil masih menungguku atau tidak. Atau ternyata ucapan Fadil hanya pengantarku masuk ke lubang yang salah. Tapi jujur, aku masih menunggunya. Aku rindu hubungan terlarang itu. Aku merindukannya. Sangat!
Karena aku merindukan Fadil, aku pun pergi ke taman tempat kami mengubur kertas itu. Dan di sana ada laki-laki yang berdiri di atas tanah tempat kertas itu terkubur. "Apa dia Fadil?", gumamku. Saat dia menengok ke belakang, ternyata benar itu Fadil. Fadil pun menesteskan air mata dan berkata, "Tara? Apa ini kamu? Selama 7 tahun aku selalu datang ke tempat ini. Tapi tak pernah bertemu kamu. Aku fikir kamu sudah lupa Tar". "Aku ga pernah lupa sama kamu. Aku juga selalu datang ke tempat ini. Aku fikir kamu yang lupa tentang kita", ucapku. Dan kami pun mengambil kertas yang terkubur tersebut bersama hati dan kesabaran yang ikut terkubur. Ternyata doaku selama ini benar, kalau Fadil lah yang benar-benar aku sayangi dan menyayangiku. Kami berdua melakukan hubungan terlarang sampai akhirnya hubungan yang benar itu karena semua karena takdirNya. Terima kasih Tuhan karena telah menemukan kami kembali.
#sayanghanyadalamceritabukankenyataan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar