Ya... Ini mungkin sudah waktunya
aku meninggalkan Jakarta dengan kenangannya yang begitu banyak. Besok pagi jam
10 aku akan pergi meninggalkan kota kelahiranku ini. Aku keterima di salah satu
universitas di Jogjakarta dengan jurusan sastra bahasa. Ini adalah yang aku
inginkan. Namun, rasanya sangat berat meninggalkan semuanya, orang tua dan
teman-temanku. Tapi untungnya, ada Tara yang berkuliah di Jogja juga. Dan kebetulan,
kita 1 kost-an, tapi beda kampus.
Aku berharap besok akan ada orang
special yang mengantar kepergianku ini, ya itu Rizal. Tapi rasanya tak mungkin
dia ikut mengantarku ke bandara. Sejak malam itu, semuanya berubah. Tak ada
lagi kata yang keluar dari mulut kita. Untuk berkata “hai” saja rasanya tak
mampu. Entah gengsi atau apa yang membuat kita bungkam 1000 bahasa seperti ini.
“Kriiiiing....”, suara handphone-ku
berbunyi, dan ternyata yang menelponku adalah Rizal. Ku tarik nafas panjang
untuk mengangkat telpon darinya.
“Huh... Halo...”
“Kamu belum tidur, Vin? Besok berangkat
pagi bukannya? Ini sudah jam 10 malam lho”, ya Rizal memang selalu menaruh
perhatian seperti itu kepadaku. Siapa coba yang tak langsung menaruh hati
kepanya?
“Hmm... bentar lagi tidur kok. Ini baru
selesai beresin barang-barang buat besok”
“Yaudah tidur yang nyenyak ya...”
“Kamu besok ikut mengantarku kan?”,
aku langsung bertanya demikian dengan harapan dia berkata iya.
“Liat besok ya, Vin. Aku sibuk
soalnya ngurus buat masuk kuliah”
“Oh yaudah kalo ga bisa, ga apa-apa”
“Yaudah Vin. Kamu tidur ya... Good
night and have a nice dream”, dan itu adalah kata-kata yang paling membuatku
pertama kali langsung terpana dengannya. Andai kamu tau Zal, aku berharap kita
bisa lebih dari sekedar teman dekat dan kamu bisa menjadi duniaku Zal.
Pagi-pagi sekali aku terbangun dan
melihat handphone, ternyata ada sms dari Rizal yang mengatakan dirinya tak bisa
ikut mengantarku. Ya, berarti nanti dan sampai waktu yang menemukan nanti, kita
tak akan bertemu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar